REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Presiden Joko Widodo menjadi tuan rumah dalam ASEAN Leaders Gathering, sebuah pertemuan pimpinan negara-negara ASEAN sebagai rangkaian acara Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Grup Bank Dunia (WBG). Bertempat di Sofitel Luxury Hotel Nusa Dua, Bali, ASEAN Leaders Gathering (ALg) ditutup dengan penyampaian pernyataan kepada media pada Kamis (11/10) malam di halaman timur Sofitel Luxury Hotel oleh Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.
Dalam paparannya kepada media, Jokowi menyebut kawasan ASEAN masih cukup tangguh dalam menghadapi gejolak perekonomian global. Pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN, sebutnya, masih di atas proyeksi untuk pertumbuhan ekonomi skala global.
Hal ini sejalan dengan rilis IMF yang memprediksi pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+5, yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam mampu bertahan di angka 5,2 persen pada 2019. Angka ini lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi dunia yang diproyeksikan tumbuh 3,7 persen pada 2018-2019.
Jokowi juga menyampaikan optimismenya bahwa tujuan pembangunan berkelanjutan atau yang kerap disebut Sustainable Development Goal's (SDG's) di negara-negara ASEAN sudah menunjukkan perkembangan yang positif. Hal ini terlihat dari angka kemiskinan di seluruh negara ASEAN yang turun hingga 68 persen dalam 15 tahun belakangan. Presiden menyuarakan kepada pimpinan negara ASEAN untuk lebih proaktif dalam menekan disparitas dan jurang pembangunan di masing-masing negara.
"Langkah ini penting untuk memastikan no one left behind," ujar Jokowi didampingi PM Lee di Sofitel Luxury Hotel Nusa Dua, Bali, Kamis (11/10) petang.
Secara rinci, Jokowi menyebut dirinya telah menyuarakan lima hal kepada pimpinan negara ASEAN dalam forum ALg sore tadi. Pertama, lanjutnya, pentingnya penyiapan mekanisme kerja sama kawasan dan global untuk pembangunan berkelanjutan pascabencana. Jokowi seolah berkaca pada Indonesia yang sering mengalami bencana alam geologi, khususnya gempa bumi.
Poin kedua adalah pentingnya memprioritaskan SDGs dalam pembangunan nasional masing-masing negara. Ketiga, sinergi antara organisasi kawasan dan organisasi internasional, serta lembaga keuangan bagi pencapaian SDgs. Namun Jokowi mengingatkan bahwa masalah yang kerap muncul dalam SDGs adalah perkara pendanaan. Untuk itu di poin keempat ia menyarankan skema pendanaan inovatif seperti blended finance.
Kelima, kemajuan teknologi harus digunakan untuk pencapaian SDGs. Jokowi mengambil contoh aplikasi belajar daring berjuluk 'Ruang Guru' yang belakangan populer di kalangan siswa sekolah.
Sebagai penutup, Jokowi mengingatkan kepada pimpinan negara-negara ASEAN bahwa pencapaian SDGs tak dapat dipenuhi secara isolatif oleh satu negara tanpa bekerja sama dengan negara lain. Artinya, ASEAN harus bersatu untuk mewujudkan tujuan pembangunan yang berkelanjutan.
"Pencapaian SDGs memerlukan global leadership dan share responsibilities," kata Jokowi.