REPUBLIKA.CO.ID, Iran dinilai tetap bisa membuat bom nuklir meski tiga fasilitas utama pengayaan uranium di Isfahan, Natanz, dan Fordow telah dibombardir oleh Israel dan Amerika Serikat (AS). Mantan Pemeriksa Persenjataan di PBB Scott Ritter dikutip Consortum News, Rabu (2/7/2025) mengatakan, Iran saat ini hanya butuh beberapa hari untuk membuat satu bom nuklir jika diperlukan.
Menurut Ritter, hingga kini tidak ada bukti kredibel yang bisa membuktikan bahwa fasilitas nuklir Iran mengalami kerusakan parah seperti klaim Presiden AS Donald Trump. Sementara, stok uranium dengan kadar kemurnian 90 persen, kata Ritter, bisa dikonversi ke dalam bentuk logam, sebuah langkah penting dalam sebuah proses pembuatan bom.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) pun telah menyatakan bahwa mereka tidak tahu di mana stok 400 kilogram uranium dengan kadar pemurnian 60 persen milik Iran saat ini disimpan usai dipindahkan dari fasilitas nuklir Fordow. Menurut Ritter, Iran menggunakan stok uranium itu untuk alat tawar dengan AS setelah Trump menarik diri dari perjanjian JCOPA pada 2016.
"Para pejabat Iran jelas mengatakan bahwa fatwa yang melarang senjata nuklir bisa dicabut, bahwa Iran bersiap untuk membuat satu bom nuklir yang mana jika keputusan itu dibuat bisa diimplementasikan dalam waktu beberapa hari sejak keputusan dibuat oleh Pemimpin Tertinggi," kata Ritter dalam artikelnya untuk Consortum News.
Ilmuwan Nuklir yang juga Direktur Keamanan Energi Nuklir Edwin Lyman, dalam artikelnya di Bulletin of the Atomic Scientists pada Rabu (2/7/2025), juga mengatakan bahwa, Iran saat ini masih bisa memproduksi bom nuklir asalkah stok uranium dengan kadar 60 persen masih bisa diakses pascaserangan Israel dan AS. Lyman mengatakan, untuk saat ini tidak ada opsi militer yang masuk akal yang bisa sepenuhnya memusnahkan stok uranium Iran tanpa mengetahui titik pasti lokasi penyimpanannya.
"Yang mana saat ini bisa ada di mana saja di Iran, dan kemungkinan menyebar di beberapa lokasi," kata Lyman.
