REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Klinik Dompet Dhuafa Layanan Kesehatan dan Psikologis memberikan layanan bantuan psikologi dini (PFA) pada penyintas di Posko Pengungsi TNI AU, Petobo, Sulawesi Tengah (Sulteng), bertema "Merawat Asa PFA". Bantuan itu diberikan untuk menangani kondisi psikis korban bencana likuefaksi di Petobo pada 28 September lalu.
"Dompet Dhuafa memiliki PFA untuk pengghilangan kondis psikis karena suatu bencana," kata Koordinator Program PFA Dompet Dhuafa Absharina Izzaty di Posko Pengungsi TNI AU, Petobo, Palu, Sulteng, Ahad (28/10).
Perempuan yang akrab disapa Iza itu mengatakan, layanan psikologis diberikan pada anak-anak dan orang tua. Untuk anak-anak, tim mengajak bermain dan mengenal emosi mereka. Sementara untuk orang tua, tim melakukan penafsiran yang sifatnya psikologis.
Klinik Dompet Dhuafa Layanan Kesehatan dan Psikologis memberikan layanan bantuan psikologi dini (PFA) pada penyintas berusia dewasa di Posko Pengungsi TNI AU, Petobo, Sulawesi Tengah (Sulteng), bertema Merawat Asa PFA. Bantuan itu diberikan untuk menangani kondisi psikis korban bencana likuefaksi di Petobo pada 28 September lalu.
"Salah satu yang berbeda, kita ada fokus di orang tua. Beberapa lembaga lain ada juga melakukan ini, tapi jarang sentuh orang tua," ujar Iza.
Dia mengatakan PFA juga penting diberikan pada orang tua. Tujuannya, yakni membantu orang dewasa tersebut kembali beraktivitas lagi.
"Bagi kami penting, karena tak terlihat materi. Ketika memulai sesi bercerita, memiliki pengalaman sendiri," kata dia.
Dia menceritakan, kegiatan PFA dimulai dengan pengenalan psikososial dan trauma, permainan, layanan PFA, melihat kenyamanan peserta, pertanyaan-pertanyaan. "Setelah ada penanganan, ada menangis, keluar kesedihannya. Kalau ada yang berlebihan emosinya, kita datangi satu-satu," kata dia.
Iza mengatakan, berdasarkan pemantauan di lapangan, emosi penyintas mulai bangkit. Tidak ada ketakutan pascabencana yang sampai pada tahap trauma. Trauma adalah perasaan terpuruk sangat sedih, tak berdaya hingga kurun waktu tiga bulan pascabencana. Apabila tim menemukan kondisi serius dari pasien, tim PFA akan merujuk pada psikolog.
Tim PFA Dompet Dhuafa terdiri dari berbagai macam latar belakang, seperti psikolog, ustaz, koordinator, dan devisi lain. Untuk Muslim, tim PFA mengajak ustaz menghadirkan Allah SWT dalam hati penyintas. Sementara untuk non-Muslim, kegiatan PFA lebih bersifat umum.
"Kita lakukan penilaian, penggambaran awal," ujar dia.
Salah satu penyintas warga Petobo, Fitri (42) menceritakan selama ini masih mengalami ketakutan pascabencana gempa, tsunami, dan likuefaksi. Apalagi, jika hujan mulai turun, dia memikirkan hal-hal mengerikan yang pernah dialaminya di Petobo. Tak hanya itu, suara truk pembawa bantuan juga kerap mengagetkannya.
"Mimpi burut tidak, masih ingat saja kejadian kemarin. Apalagi ada isu gempa lagi, itu mikir mau bagaimana lagi kita," kata Fitri.
Dia mengatakan program PFA membantu mengurangi kekhawatiran pascabencana. Dia diajak untuk bagaimana melihat dan menatap hari depan, bukan mengenang peristiwa yang sudah terjadi. Bahkan, dia sudah berangan-angan mendapat bantuan materi untuk modal berwirausaha.