REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengaku enggan bersikap reaktif terhadap kabar palsu atau hoaks yang menimpa dirinya, termasuk kementerian yang dipimpinnya. Untuk hal tertentu soal hoaks, ia berusaha tidak konfrontatif.
Dia mengatakan hoaks memang harus dilawan, tetapi sebaiknya direspons secara tenang dan saksama. Terlebih, terdapat hoaks yang memang berupaya untuk memicu kegaduhan.
"Di era keterbukaan seperti saat ini, hoaks, plintiran harus disikapi dengan pendekatan sebagaimana agama harus dibawakan secara persuasif, humanis dan melalui kesantunan," kata Lukman dalam diskusi "Kemenag di Mata Media" di Jakarta, Jumat malam.
Kementerian Agama berupaya membatasi diri untuk merespons hoaks yang beredar jika memang pejabatnya tidak memiliki kemampuan menjelaskan secara utuh tentang suatu hal. Berbeda halnya jika pejabat Kemenag terkait memiliki kemampuan merespons dengan baik kabar hoaks itu sehingga mampu menjelaskan suatu persoalan secara lengkap dan sesuai konteks. Dengan begitu, pernyataan merespons hoaks tidak justru memicu kondisi yang lebih gaduh.
Meski demikian, Lukman menegaskan Kemenag bukan kementerian yang tertutup terhadap publik. Hanya saja, otoritas Kemenag akan berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan ke publik, terutama kepada media sehingga tidak memicu perpecahan, bahkan mengadudomba.
Menag mengatakan kegaduhan akibat hoaks bisa karena beragam sebab, seperti karena ketidaktahuan dan ketidakjelasan informasi. Di lain sisi, dia mengakui terdapat beberapa unsur Kemenag yang memang tidak memiliki kecakapan yang baik dalam membuat pernyataan ke publik.
Kendati demikian, Kemenag berupaya memperbaiki diri agar terus dapat memeratakan kecakapan pejabatnya dalam memublikasikan program-program kementerian.
"Ini era yang berubah. Perbuatan baik harus dikabarkan. Perlu peningkatan agar kami dapat menjadi 'public relation' yang baik," kata dia.