REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pencetakan kartu nikah bukanlah hal yang rumit. Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Kementrian Agama Mohsen menjelaskan, kartu tinggal dicetak saja di KUA. “Sama seperti mencetak Boarding Pass saja,” tambah dia.
Dalam kartu tersebut, semua data yang sudah divalidasi melalui integrasi data kependudukan otomatis terhubung dengan kebutuhan data kartu nikah di sistem. Jadi tinggal mencetak di kartunya saja.
Saat ini Kemenag telah menyiapkan satu juta kartu nikah. Dan hari ini, Rabu (14/11) mulai didistribusikan ke berbagai wilayah di Indonesia. Adapun pendistribusiannya, kata dia, dipertimbangkan sesuai banyaknya peristiwa nikah di masing-masing provinsi. “Saat ini sekitar 4.000 KUA sudah siap, berarti sekitar 49 persen dari total KUA di Indonesia,” jelas Mohsen saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (14/11).
Dia juga menjelaskan, pengurusan pembuatan kartu nikah sangat mudah, bahkan lebih mudah dibandingkan membuat buku nikah. Nantinya pasangan hanya perlu mencetak data melalui mesin cetak yang tersedia di Kantor Urusan Agama (KUA).
Dia mengatakan, Kemenag menganggarkan dana sebesar Rp 680 juta untuk menerbitkan satu juta kartu nikah tahun ini. Karena, menurut dia, biaya pembuatan untuk satu buah kartu nikah itu hanya Rp 680. Namun dia menegaskan, anggaran Rp 680 juta tersebut hanya untuk kartu nikah saja. Sedangkan segala sarana dan perangkat percetakannya itu dianggarkan sendiri, termasuk soal tintanya.
"Tidak itu beda lagi (tidak termasuk perangkatnya), kalau alat cetakannya itu dia dianggarkan sendiri. Itu (Rp 680 juta) untuk kartu saja. Sarana dan cetakan itu dianggarkan berbeda," ucap Mohsen.
Dia menjelaskan, anggaran Rp 680 juta tersebut nantinya akan diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Dana kartu nikah itu disiapkan dari APBN Pusat. Jadi kalau sudah masuk pagu kita, berarti itu semua sudah melalui persetujuan DPR," kata Mohsen.