REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON— Sidang Umum (SU) PBB dengan suara tipis pada Kamis (6/12) menolak rancangan resolusi yang diajukan AS untuk berusaha mengutuk HAMAS.
Rancangan resolusi itu, yang mendapat dukungan kuat Israel dan AS, memerlukaN mayoritas dua per tiga suara untuk disahkan setelah pemungutan suara sebelumnya di SU.
Pemungutan suara akhirnya gagal melewati ambang batas lebih tinggi yaitu 87 negara memberi suara mendukung dan 57 menentang. Sementara Tiga-puluh-tiga negara abstein.
Berarti rancangan tersebut gagal meraih mayoritas dua-pertiga yang diperlukan di SU PBB. Semua negara Arab memberi suara yang menentang resolusi itu.
Rancangan resolusi tersebut adalah salah satu tindakan paling akhir Nikki Haley di badan internasional itu sebelum ia mengakhiri masa jabatannya sebagai Duta Besar AS pada akhir tahun ini.
Dengan dukungan Haley, rancangan resolusi tersebut berusaha mengutuk serangan roket oleh HAMAS terhadap Israel, dan itu adalah rancangan resolusi pertama yang mengutuk kelompok perlawanan Palestina.
Jason Greenblatt, Utusan Perdamaian Timur Tengah Presiden AS Donald Trump, mengecam hasil pemungutan suara itu, dan menyebutnya "benar-benar memalukan" di akun Twitter.
"@UN gagal mengutuk #HAMAS bahkan setelah bertahun-tahun serangan melalui pemboman bunuh diri, penculikan, rudal, dan lain-lain terhadap orang Israel. Pujian setelah pemungutan suara membeberkan semuanya," tulis Greenblatt.
Sebelum pemungutan suara, pemungutan suara terpisah diselenggarakan oleh SU PBB untuk memutuskan mayoritas yang akan diperlukan untuk mensahkan rancangan resolusi tersebut. Amerika Serikat meminta mayoritas sederhana, sementara Kuwait meminta mayoritas dua per tiga. Permintaan Kuwait keluar sebagai pemenang.
SU PBB juga melakukan pemungutan suara mengenai rancangan resolusi yang diajukan Pemerintah Otonomi Nasional Palestina. Rancangan resolusi tersebut mencakup pengutukan terhadap pembangunan permukiman Yahudi dan rujukang kepada parameter bagi kesepakatan perdamaian masa depan. Rancangan resolusi itu disahkan hanya dengan enam suara yang menentangnya.
Pada Rabu (5/12) Pemerintah Otonomi Nasional Palestina mengutuk penghancuran satu sekolah di Kota Al-Khalil (Hebron) di bagian selatah Tepi Barat Sungai Jordan dan menyeru dunia agar memikul tanggung-jawabnya terhadap pelanggaran tanpa akhir yang setiap hari dilakukan Israel.
Kementerian Pendidikan Tinggi Pemerintah Otonomi Palestina di Ramallah, Tepi Barat, mengatakan dalam satu siaran pers bahwa masyarakat internasional "mesti memikul tanggung-jawabnya terhadap pelanggaran Israel atas lembaga pendidikan Palestina di Tepi Barat".
Pada Rabu pagi, militer Israel menghancurkan satu sekolah yang bernama At-Tahadi 13 (Tantangan 13) di kota itu dan mengumumkan daerah sekolah tersebut sebagai "zona militer tertutup", demikian laporan media Palestina.