REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Imam Nur Suharno
Suatu hari, seorang laki-laki mendatangi Nabi SAW dan menyatakan keinginannya untuk masuk Islam. Setelah mengikrarkan dua kalimat syahadat, laki-laki itu masih tampak menyimpan kegundahan. Setelah beberapa saat, akhirnya laki-laki itu berkata kepada Nabi SAW, "Wahai Rasu lul lah, aku masih memiliki beberapa keberatan tentang diriku."
"Apakah itu? kata Nabi Muhammad SAW. "Aku ini sejak dulu kerap berbuat dosa dan kini aku sudah masuk Islam. Rasanya sulit bagiku meninggalkan kebiasaan buruk itu. Apa yang harus aku lakukan wahai Rasulullah?"
Nabi Muhammad SAW terdiam sejenak, lalu menjawab, "Bisakah engkau memegang sebuah janji?" "Janji apa itu ya Rasul? Jawab sang lakilaki dengan penasaran. "Bisakah engkau mulai saat ini melakukan satu hal, yaitu meninggalkan perkataan dusta." "Baiklah, mulai saat ini aku akan meninggalkan perkataan dusta wahai Rasul," jawab laki-laki itu dengan bersungguh-sungguh. Maka, Nabi SAW pun mempersilakan laki-laki itu pulang.
Hari-hari selanjutnya godaan untuk berbuat dosa selalu menghampiri laki-laki itu. Setiap kali ia tergoda untuk berbuat dosa, ia selalu teringat akan janjinya. "Nanti jika aku ditanya oleh Rasulullah bagaimana? Jika aku berdusta, itu berarti aku telah mengkhianati janjiku pada Rasul. Sementara, jika aku berkata jujur, berarti aku mengakui telah berbuat dosa dan aku siap dihukum."
Dan begitu seterusnya, setiap kali laki-laki itu akan berbuat dosa ia selalu teringat akan janjinya. Sehingga lama-kelamaan laki-laki itu benar-benar meninggalkan kebiasaan buruknya. Kini, laki-laki itu telah menjadi orang yang bertakwa.
Kisah di atas memberikan pelajaran kepada kita bahwa meninggalkan perkataan dusta akan dapat mengantarkan kepada sikap kehati-hatian dalam bertindak sehingga terhindar dari perilaku buruk (dosa) dan mengantarkan kepada keselamatan hidup di dunia dan akhirat.
Rasulullah SAW bersabda, "Jauhilah dosadosa kecil karena bila berkumpul pada seseorang akan menghancurkan dirinya." Dan, sesungguhnya Rasulullah SAW membuat perumpamaan, bagaikan suatu kaum yang turun ke suatu lembah, lalu hadir pemimpin kaum itu dan menyuruh setiap orang membawa satu potong kayu kecil dan terkumpullah setumpuk kayu yang banyak lalu dibakar sehingga bisa membakar apa saja yang dilempar ke dalamnya" (HR Ahmad).
Al-Ghazali mengatakan, dosa kecil menjadi besar karena menganggap kecil dosa tersebut atau karena dilakukan secara terus-menerus. Bila seseorang menganggap yang kecil sebagai dosa besar, menjadi kecil di hadapan Allah. Sebaliknya, bila menganggap dosa sebagai dosa kecil, dianggap besar di hadapan Allah. Semoga Allah melindungi kita dari perkataan dusta sehingga mengantarkan kepada keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Amin.