REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jauh di selatan Benua Afrika, terdapat sebuah negara dengan sistem monarki bernama Swaziland. Meski dikelilingi negara besar, seperti Afrika Selatan dan Mozambik, Swaziland tak banyak dikenal masyarakat dunia.
Meski demikian, di negara yang wilayahnya amat kecil, yakni hanya sekitar 17 ribu kilometer persegi atau lebih besar sedikit dari Nusa Tenggara Barat itu, kaum Muslimin mampu menunjukkan eksistensinya.
Menurut Encyclopedia of the Nations dan CIA World Fact, jumlah Muslimin di Swaziland sekitar 10 persen dari total penduduk 1,4 juta jiwa. Mayoritas penduduk Swaziland beragama Kristen. Persentasenya sekitar 40 persen dari total penduduk. Penganut Katholik Roma sekitar 20 persen, sedangkan lainnya merupakan penganut Anglikan, Mormon, Yahudi, Baha’I, dan tentu saja pemeluk agama Islam.
Meski hidup sebagai minoritas, Muslimin Swaziland hidup damai. Kebebasan beragama diterapkan sang raja dalam memimpin negara berpegunungan indah tersebut. “Berkat karunia Allah, kita memiliki kebebasan penuh untuk mempraktikkan agama dan iman kita,” begitu salah satu kalimat yang termaktub di laman swaziland-islam.
Halaman web swaziland-islam.org.sz mengabarkan, sebagian besar Muslimin Swaziland bertempat tinggal di Mbabane, ibu kota negara. Di kota ini, komunitas Muslim terdiri atas warga lokal maupun asing. Jumlah Muslimin di sana mencapai 1.200 jiwa.
Dr Moshe Terdiman dalam artikelnya “Islam in Swaziland” di halaman web Research on Islam and Muslims in Africa (RIMA) menuturkan, komunitas Muslim di negara bekas protektorat Inggris tersebut terbagi menjadi dua bagian, yakni warga Swaziland asli dan imigran yang datang dari negara-negara Afrika lain, seperti Somalia, Sudan, Nigeria, dan lain sebagainya.
Muslimin telah eksis di Swaziland sejak negeri ini dijajah Inggris. Kala itu, banyak Muslim imigran dari wilayah jajahan Inggris lainnya, seperti India dan Afrika Selatan.
Kemudian, pada 1963 Muslim asal Malawi berdatangan ke Swaziland untuk bekerja sebagai penambang. Selanjutnya, dakwah Islam berkembang pesat. Muslim Malawi berbaur dengan masyarakat lokal dan tinggal di seluruh penjuru Swaziland. Pada 1972 Raja Swaziland pun mengakui Islam sebagai salah satu agama resmi di negaranya. Hari raya umat Islam dinyatakan sebagai hari libur nasional.
Tak hanya leluasa melaksanakan ibadah, Muslimin Swaziland juga hidup nyaman dan tak mengalami kesulitan, termasuk mendapatkan bahan pangan halal. Dalam hal ini, terdapat Otoritas Halal Swaziland yang menangani status halal makanan yang tersedia di tengah masyarakat.
Bahkan, pada 2008 otoritas tersebut meminta restoran cepat saji Kentucky Fried Chicken (KFC) untuk mendapatkan status halal. Hal ini karena banyak Muslimin yang menginginkan ayam goreng halal produksi mereka. Alhasil, pada 2010 Muslimin Swaziland dapat menikmati ayam goreng halal KFC.
Bank syariah pun telah didirikan di Swaziland. Bekerja sama dengan Bank National Qatar, Swaziland membentuk bank Islam pertama pada 2012. Hal itu kemudian menarik minat investor dari Timur Tengah untuk mendirikan bank-bank Islam di sana. Maka, bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan bank-bank syariah akan tersebar di Swaziland.