REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pamor dan limpahan harta sering menyeret orang menjadi jumawa. Ia tinggi hati dan memandang orang dengan sebelah mata. Lalu, ia pun menuntut orang lain memberikan penghormatan kepada dirinya atas status sosial yang disandangnya. Namun, Muslim yang meneladani nabinya, Muhammad SAW, tentu tak akan berlaku demikian.
Muhammad diakui secara luas merupakan manusia istimewa, baik sebagai seorang utusan Allah SWT maupun karena perangainya. Para sahabat dan lawan pun mengakui kedudukannya yang tinggi itu. Namun, dia tak merasa perlu untuk bersikap congkak, sebaliknya ia sangat rendah hati.
Sopian Muhammad dalam karyanya, Manajemen Cinta Sang Nabi, menceritakan, saat berkumpul, Rasul tak mengizinkan para sahabatnya berdiri atau menyambutnya ketika datang. Tulusnya cinta kepada para sahabatnya, membuat Muhammad merasa tak perlu diperlakukan dengan sikap penghormatan berlebihan.
Dia duduk sama rendahnya dengan para sahabat dan berdiri sama tingginya. Statusnya yang mulia tak mencegahnya untuk berbaur. Dalam sebuah perjalanan, Rasulullah dan sahabatnya menyembelih seekor domba. Tugas pun dibagi di antara para sahabat untuk mengolah daging domba tersebut.
Ada yang mencari kayu bakar, menyiapkan tempat memasak, serta mengolah daging dan memasaknya. Utusan Allah itu melibatkan diri dalam pembagian tugas tersebut, yaitu mencari kayu bakar. Para sahabat tentu tak enak hati melihat junjungan mereka ikut bersusah payah mencari kayu bakar.