REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dari kejauhan terlihat warna putih bermunculan dari balik dinding rumah - rumah berbahan triplek. Ini bukan rumah tempat tinggal penduduk. Bangunan ini dinamakan kumbung atau rumah jamur. Banyak sekali bambu yang tumbuh di tanah air ini. Bentuk kumbung itu sendiri tidak berbeda dengan bangunan rumah, hanya saja di dalamnya terdapat rak-rak untuk menyusun media tanam jamur.
Bentuk dan bahan kumbung bermacam-macam, ada yang terbuat dari bambu, tembok, kayu, paranet, triplek dan sebagainya. Apabila dilihat ke dalam akan berjejer baglog atau media tanam. Media tanam jamur tiram ini berbentuk silinder, berisi serbuk kayu yang sudah terdapat bibit jamur. Pemandangan tersebut bahkan bisa ditemui setiap pagi bila berkunjung ke rumah Ajang Ruhyat.
Pasar Masih Terbuka Luas
Permintaan jamur tiram makin hari kian bertambah. Meski Ajang Ruhyat sudah memiliki tujuh kumbung jamur tiram, namun nyatanya belum mampu memenuhi permintaan pasar tradisional dan modern. Permintaan yang setiap hari terus bertambah membuat Ajang Ruhyat berpikir agar peluang ini jangan hilang dengan percuma.
"Permintaan tiap hari bertambah, nah ini tidak boleh disia-siakan. Makanya saya ajak anak - anak muda untuk ikut bertanam jamur,” kata Ajang.
Dari hasil analisa usahatani jamur tiram yang dibuat oleh Ajang, hasil perhitungan titik impas (BEP) menunjukan bahwa selama periode enam tahun (18 kali periode produksi), titik impas akan diperoleh pada harga Rp 4.219,9.
Melihat peluang cukup besar dari usaha budidaya jamur ini, Ajang yang semula pekerja teknik sipil kontruksi, beralih profesi menjadi seorang petani jamur tiram. Dirinya menyadari kondisi fisik yang tidak lagi muda, tidak memungkinkan untuk terus berhadapan dengan kerasnya dunia proyek. Si Putih jamur tiram menjadi pilihan mata pencaharian yang ramah dan menjanjikan baginya serta warga sekitar.
"Ketika menjadi seorang pekerja yang setiap bulan menerima gaji, kemampuan dan dedikasi selamanya hanya untuk memajukan perusahaan. Penghasilan pun hanya dirasakan oleh keluarga. Di situlah saya bercita-cita ketika mendekati usia pensiun mempunyai usaha sendiri. Dari usaha tersebut bisa membantu warga sekitar bahkan untuk seorang penganguran,” ujarnya
Peningkatan Produksi dan Dukungan Ekspor
Perhatian khusus harus diberikan untuk jamur pangan Indonesia. Pembenahan regulasi ekspor terus dilakukan karena jamur Indonesia sangat digemari di luar negeri terutama negara Cina, Korea dan Singapura. Sementara di sisi produksi perlu terus didorong tumbuhnya sentra-sentra produksi jamur untuk memenuhi kebutuhan jamur yang semakin meningkat. Rata-rata ekspor jamur Indonesia ke mancanegara sebanyak 5.300 ton dengan nilai mencapai 9 juta dolar AS.
"Kementerian Pertanian sedang menggalakkan ekspor komoditas hortikultura, salah satu yang dapat diandalkan adalah ekspor jamur. Regulasi ekspor saat ini telah dipersingkat waktu pengurusan, yang tadi berkisar antara 13 hari atau lebih menjadi lebih cepat,” kata Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Prihasto Setyanto.
Berdasarkan angka statistik pada 2016, produksi aneka jamur sebesar 40.914 ton. Angka ini turun menjadi 37.020 ton pada 2017. Sementara menurut data BPS, tingkat konsumsi jamur penduduk Indonesia per tahun baru sebesar 0,18 kg per kapita. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan di Jepang dan Singapura dengan tingkat konsumsi per tahun mencapai lebih dari 1 kg per kapita.
Ketua Asosiasi Petani Jamur (APJ) Propinsi Jawa Barat Hendra mengatakan, konsumsi jamur di Indonesia ditingkatkan dengan mendorong masyarakat mengkonsumsi jamur dalam berbagai bentuk. Selain itu juga perlu upaya dalam meningkatkan produksi jamur yang saat ini masih rendah.
Kepala Seksi Hortikultura kabupaten Purwakarta, Tatang Sopian mengamini pernyataan Hendra. Menurutnya, jamur tiram yang ada saat ini belum mampu memenuhi permintaan pasar. "Harapannya, usaha jamur tiram yang dijalani saat ini dapat dilakukan dengan sistem inti dan plasma dan diharapkan industri jamur terus bisa berkibar ke mancanegara,” paparnya.