Senin 07 Jan 2019 20:05 WIB

Survei: Warga ASEAN Khawatir dengan Ambisi Cina

Responden yakin Cina memiliki pengaruh politik lebih besar daripada AS.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Peta one belt one road, obor yang merupakan jalur sutra baru dinisiasi Cina
Foto: linkedin
Peta one belt one road, obor yang merupakan jalur sutra baru dinisiasi Cina

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Masyarakat di negara-negara Asia Tenggara mulai mengkhawatirkan ambisi Cina menanamkan pengaruh mereka di kawasan tersebut. Negara-negara ASEAN khawatir dengan Belt and Road Initiative atau One Belt One Road (OBOR) yang diprakasai Cina. 

ISEAS Yusof Ishak Institute, sebuah lembaga think tank yang bermarkas di Singapura melakukan jajak pendapat dengan 1.008 responden dari 10 negara ASEAN. Para responden terdiri dari pegawai pemerintahan, akademisi, komunitas bisnis, warga sipil dan media. 
 
Sebanyak 73 persen responden jajak pendapat tersebut menyatakan Cina memiliki pengaruh ekonomi yang sangat kuat di Asia Tenggara. Mereka juga yakin Cina memiliki pengaruh politik yang lebih besar dari pada Amerika Serikat (AS). 
 
Tapi orang-orang yang mengikuti jajak pendapat ini mengungkapkan kekhawatiran mereka tentang ambisi geostrategis Cina di Asia Tenggara. Hanya satu dari 10 orang yang melihat Cina sebagai negara yang ramah dan baik hati. Hampir setengahnya mengatakan Cina berniat menancapkan pengaruhnya di ASEAN. 
 
"Hasil ini harus menyadarkan Cina untuk segera menghilangkan citra negatif mereka di seluruh Asia Tenggara meski Beijing berulang kali memastikan (keberadaan mereka di sana) ramah dan damai," kata laporan tersebut menurut kantor berita Reuters, seperti dilansir dari Aljazirah, Senin (7/1). 
 
Sebanyak 70 persen responden jajak pendapat tersebut mengatakan pemerintah mereka harus berhati-hati dalam membuat kesepakatan dengan Cina terutama dalam proyek OBOR.
 
Para responden khawatir Cina menjebak pemerintah mereka dengan utang. Pandangan-pandangan paling keras berasal dari Malaysia, Thailand dan Filipina. 
 
Hampir setengah responden mengatakan kebijakan Presiden Cina Xi Jinping ini akan membawa ASEAN berada dalam lintasan orbit kekuasan Cina. Sementara itu sepertiganya mengatakan proyek OBOR kurang transparan dan 16 persen yakin proyek tersebut akan gagal. 
 
Di saat Cina sedang memperkuat pengaruh mereka di ASEAN banyak respondens yang skeptis dengan komitmen AS menjadikan kawasan tersebut sebagai mitra bisnis mereka. Para responden juga tidak yakin AS dapat melindungi mereka dari pengaruh Cina. 
 
Enam dari 10 responden mengatakan sejak tahun lalu pengaruh AS di seluruh dunia sudah semakin menurun. Dua pertiganya yakin perjanjian AS dengan negara-negara Asia Tenggara sudah dilanggar. Sepertiganya mengatakan mereka tidak yakin AS sebagai mitra bisnis dan dapat melindungi kawasan ASEAN. 
 
"Berdasarkan hasil jajak pendapat kebijakan konvesional Cina berpengaruh di ranah ekonomi sementara Amerika Serikat yang menggunakan pengaruhnya dalam wilayah politik-strategis perlu ditinjau ulang," kata Yusof Ishak Institute dalam laporan mereka itu.
 
Jebakan utang
 
Beberapa pemerintah negara-negara Barat menuduh Cina menarik negara-negara ASEAN ke dalam jebakan utang melalui OBOR sebagai proyek instruktur yang luar biasa besar. Proyek ini diharapkan  dapat menghubungkan negara-negara ASEAN, Afrika, Eropa dan Cina. 
 
 
Pada November lalu Perdana Menteri Pakistan Imran Khan ingin mempertimbangkan kembali proyek kerja sama Koridor Ekonomi Cina-Pakistan (CPEC) yang menjadi bagian dari proyek OBOR. Media-media Pakistan menilai CPEC itu sebagai cara Cina untuk menarik Pakistan masuk ke dalam jebakan utang. 
 
Tapi Wakil Duta Besar Cina di Pakistan Lijin Zhou membantah investasi Cina di Pakistan itu sebagai jebakan utang. Lijin juga membantah projek ini sebagai upaya Cina memperluas dominasi mereka dipercaturan internasional. 
 
"Upaya bilateral ini murni misi ekonomi, dan itu tidak ada hubungannya dengan memperluas pengaruh teritorial atau politik China," kata Lijin, seperti dilansir dari Voice of America. 
 
Lijin membeberkan rincian investasi dan bantuan Cina ke Pakistan ini. Lijin mengatakan dari 19 miliar dolar AS yang telah dikucurkan Cina ke proyek ini hanya 6 miliar dolar AS yang berupa pijaman lunak. 
 
Bunganya hanya 2 persen dan masa tenggangnya bervariasi dari lima hingga delapan tahun. Waktu pembayaran pinjaman untuk projek yang lain sekitar dari 12 sampai 15 tahun. Sementara itu sisa 13 miliar dolar AS adalah investasi luar negeri Cina di Pakistan yang sudah disepakati antara pemerintah Cina dan Pakistan.  
 
Meski banyak dikritik tapi ada juga yang memuji OBOR. Salah satunya Mantan Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon. Ban terkesan dengan OBOR. Menurutnya dengan inisiatif tersebut semua orang di seluruh dunia mendapatkan manfaat dari pembangunan yang berhasil di raih Cina.   
 
"Sangat penting negara-negara sepanjang Belt and Road akan mendapatkan manfaat dan saling bekerja sama, untuk membangun infrastruktur dan pembangunan ekonomi dan sosial," kata Ban pada awal Desember lalu, seperti dilansir dari Xinhua . 
 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement