Selasa 08 Jan 2019 16:39 WIB

ACT Beri Pendampingan untuk Penderita Talasemia

Pasien harus melakukan transfusi darah rutin seumur hidupnya.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Dwi Murdaningsih
Tim MSR-ACT saat melakukan asesmen di rumah Vina (10) pasien penderita Thalassemia dari keluarga kurang mampu di Purwokerto Selatan.
Foto: ACT
Tim MSR-ACT saat melakukan asesmen di rumah Vina (10) pasien penderita Thalassemia dari keluarga kurang mampu di Purwokerto Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Aksi Cepat Tanggap (ACT) memberikan pendampingan kepada Vina (10), penderita talasemia asal Dusun Depok, Kelurahan Teluk, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kabupaten Banyumas. Melalui tim Mobile Social Rescue Aksi Cepat Tanggap (MSR-ACT) daerah Banyumas, lembaga kemanusiaan ini bakal mendampingi pasien belia yang harus melakukan tranfusi darah rutin seumur hidupnya.

Kepala Program ACT Jawa Tengah, Giyanto mengatakan, langkah awal pendampingan telah dilaksanakan tim MSR-ACT daerah Banyumas dengan melakukan asesmen kepada pasien.

"Putri pasangan Sutar dan Suwarni ini memang butuh akses pendampingan untuk penanganan penyakitnya, karena kemampuan ekonomi yang masih serba kekurangan," kata dia, di Semarang, Senin (7/1).

Suwarni, orang tua pasien mengaku, Vina awalnya lahir sebagai bayi dalam kondisi yang normal. Tidak ada sesuatu yang kurang dengan pertumbuhan dan kondisi kesehatannya.

Namun saat Vina menginjak usia 7 tahun, ia mulai melihat ada persoalan dengan kesehatan putri kesayangannya tersebut.

"Awalnya saya lihat Vina perutnya membuncit seperti layaknya perut yang sedang hamil, sampai akhirnya dia tidak bisa berjalan karena badannya lemas,” ungkap Suwarni.

Setelah diperiksakan ke dokter, lanjutnya, ternyata Vina divonis menderita Thalasemia karena helmoglobinnya rendah kurang dari angka 7.

Hal ini diamini oleh Sekar, salah satu rerlawan ACT yang melakukan kunjungan untuk melihat kondisi Vina, Ahad (6/1) kemarin.

Menurutnya, saat ini kondisi Vina sudah mampu berjalan dan bermain seperti anak- anak lainnya. Kendati begitu hidupnya tidak bisa lepas dari tranfusi darah.

"Di awal kondisi penyakitnya, Vina harus melakukan transfusi darah dua pekan sekali, namun sekarang menjadi tiga pekan sekali," jelasnya.

Akibat kondisi kesehatannya tersebut, masih jelas Sekar, menjadikan Vina kini hanya mampu bersekolah empat hari dalam sepekan.

Kemampuan ekonomi orang tuanya yang hanya bekerja sebagai buruh pembuat batu bata dan berpenghasilan Rp 75.000 per pekan membuat situasi kian sulit.

"Jangankan untuk mengobatkan Vina, demi mencukupi kebutuhan harian saja, mereka masih mengalami kekurangan," ucap dia.

Belum genap sepekan ini, Suwarni terpaksa bekerja sebagai asisten rumah tangga dengan penghasilan Rp 30.000,- per hari.

Melihat keadaan tersebut, tim MSR-ACT akan melakukan pendampingan kesehatan kepada Vina, yang selama ini menjadi kendala untuk penanganan penyakit Vina.

Sebab orangtuanya tidak memiliki kendaraan bermotor yang bisa digunakan untuk mengantar Vina ke rumah sakit. "Selama ini selalu meminjam motor milik tetanggan," kata dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement