Selasa 15 Jan 2019 23:11 WIB

Bom Mobil Tewaskan 5 Orang, Taliban Klaim Bertanggung Jawab

Pemboman itu telah memicu kecaman internasional di tengah upaya perdamaian.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Nashih Nashrullah
Milisi Taliban
Foto: 05news.com
Milisi Taliban

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL – Taliban Afghanistan mengklaim bertanggung jawab atas sebuah serangan bom mobil di dekat kompleks asing yang dijaga ketat di dekat kompleks Green Village, Kabul Timur,  lokasi berapa perusahaan dan badan amal internasional. Insiden itu menewaskan lima orang, termasuk seorang warga negara India. Sementara itu lebih dari 110 orang terluka. 

Pemboman itu telah memicu kecaman internasional ketika upaya untuk mencapai kesepakatan damai dengan gerilyawan Taliban itu dalam mengakhiri perang lebih dari 17 tahun. 

Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan, para militan bertanggung jawab atas serangan tersebut. Ia juga mengklaim puluhan petugas keamanan asing dan Afghanistan meninggal dan terluka. 

"Lima penyerang, termasuk pembom bunuh diri yang mengendarai kendaraan bermuatan bahan peledak, terlibat," kata Mujahid dalam sebuah pernyataan. 

Taliban sering menggelembungkan jumlah korban dalam serangan terhadap pemerintah atau target asing.  

Empat orang meninggal yang diumumkan pemerintah, semuanya merupakan petugas keamanan. "Banyak dinding ledakan runtuh dan kompleks telah rusak," kata seorang pejabat senior Kementerian Dalam Negeri.  

Kementerian Luar Negeri India mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa seorang warga negara India juga telah terbunuh. 

"India menyerukan para pelaku serangan keji ini dan mereka yang menyediakan tempat berlindung untuk dibawa ke pengadilan secepatnya," kata Kementerian Luar Negeri India. 

Kementerian Luar Negeri Jerman pun menyebutkan melalui tweet bahwa polisi Jerman juga sedikit terluka dalam ledakan itu. Namun, kementerian tidak memberikan keterangan lebih rinci. 

Serangan itu terjadi ketika utusan perdamaian khusus Amerika Serikat untuk Afghanistan Zalmay Khalilzad, mengunjungi kawasan tersebut untuk pertemuan-pertemuan yang bertujuan mengamankan perdamaian. 

Pertempuran belum surut bahkan ketika pembicaraan mengenai perdamaian meningkat. Taliban dan kelompok gerilyawan lainnya melakukan serangan hampir setiap hari, dengan target utama pasukan keamanan dan pejabat pemerintah. Namun, warga sipil hampir selalu menanggung beban kekerasan. 

"Taliban harus berhenti terus menggunakan kekerasan terhadap rakyat mereka sendiri dan hadir dalam meja perundingan," kata Wakil Senior Warga Sipil NATO, Patrick Andrews. 

Sumber-sumber Taliban pada hari Selasa (15/1) mengatakan, kekuatan-kekuatan regional telah menciptakan aliansi mereka sendiri untuk mengikuti pembicaraan damai. 

Di satu sisi, kata mereka, adalah Pakistan, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab dan di sisi lain, Iran, Rusia dan Qatar.  

"Iran dan Qatar mendukung cara Taliban tetapi Pakistan dan Arab Saudi mengatakan apa yang diinginkan pemerintah Afghanistan dan AS," kata seorang pejabat Taliban yang tidak bersedia menyebutkan namanya.  

Taliban, yang berusaha untuk mengembalikan kekuasaan Islam keras setelah mereka digulingkan pada  2001 di tangan pasukan pimpinan AS, telah mengesampingkan pembicaraan dengan pemerintah Afghanistan dan menepisnya sebagai boneka Amerika Serikat. 

Qatar, rumah bagi markas politik Taliban, juga menuai kriitk dunia internasional. Negara ini akan menjadi lokasi perundingan AS-Taliban pada putaran keempat.

Arab Saudi dan Uni Emirat Arab akan memboikot pembicaraan jika diadakan di Qatar. Kedua negara itu  memutus hubungan dengan Qatar  pada 2017 dan menuduhnya mendanai militan dan memiliki hubungan dekat dengan Iran. 

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement