REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Pihak berwenang Bangladesh pada Senin (21/1) menyebut 31 orang Muslim Rohingya mencoba masuk dari India dan mereka terjebak di sebuah tanah tak bertuan di wilayah perbatasan. Penduduk Rohingya yang terdampar itu termasuk wanita dan anak-anak, telah tinggal di negara bagian India, Jammu dan Kashmir.
Dilansir dari Reuters, menurut Komandan Penjaga Perbatasan Bangladesh (BGB), Golam Kabir mengatakan, ia telah melihat beberapa kartu identitas orang-orang tersebut yang dikeluarkan oleh badan pengungsi PBB di India. Ia menambahkan, ke-31 orang itu terjebak di perbatasan Bangladesh dengan India timur laut sejak Jumat (18/1) lalu.
"Kami menghentikan mereka saat mereka melintasi perbatasan. Mereka telah berada di garis nol sejak tanggal 18 bulan ini," katanya
Dua perundingan bersama Pasukan Keamanan Perbatasan India, kata dia, mengenai apa yang harus dilakukan terhadap 31 orang itu pada hari Ahad (20/1), telah berakhir tanpa ada keputusan yang pasti.
Seorang perwira Pasukan Keamanan Perbatasan India di negara bagian Tripura pada Ahad (20/1) mengatakan kepada wartawan bahwa pihaknya memberikan makanan dan pakaian kepada pengungsi Rohingya, yang 16 di antaranya adalah anak-anak. Namun, pasukan itu tidak dapat dihubungi untuk memberikan komentar pada hari Senin.
India memperkirakan ada sekitar 40 ribu orang Rohingya tinggal di permukiman yang tersebar di berbagai bagian negara. Tetapi pemerintah nasionalis Hindu menganggap mereka sebagai penduduk ilegal, ancaman terhadap keamanan, dan telah memerintahkan agar mereka diidentifikasi dan dipulangkan.
Badan pengungsi PBB, UNHCR, telah mengeluarkan sekitar 16.500 penduduk Rohingya di India dengan kartu identitas yang dapat membantu mencegah pelecehan, penangkapan sewenang-wenang, penahanan, dan deportasi. Tetapi ,India tidak mengetahui adanya kartu tersebut.
Ratusan keluarga Rohingya telah meninggalkan India menuju Bangladesh sejak tujuh laki-laki dewasa Rohingya dideportasi ke Myanmar pada Oktober 2018. Bulan ini, India telah mengirim lima keluarga Rohingya ke Myanmar.
Ratusan ribu anggota komunitas Rohingya Myanmar yang sebagian besar beragama Buddha telah meninggalkan rumah mereka di Rakhine Sate, Myanmar selama beberapa dekade. Sebagian besar melarikan diri dari tindakan keras militer dan diskriminasi.
Banyak yang mencari perlindungan di Bangladesh, tempat yang menampung hampir 1 juta pengungsi. Namun, pengungsi yang lain berakhir di India, Asia Tenggara, dan sebagainya.
PBB mengatakan kondisi tidak kondusif bagi penduduk Rohingya untuk kembali ke Myanmar. Pada Agustus 2018, PBB menuduh militer Myanmar melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan terhadap Rohingya dengan "niat genosidal" dalam operasi militer 2017. Hal ini mendorong lebih dari 700 ribu di antaranya mengungsi ke Bangladesh, menurut badan-badan PBB.
Myanmar pun membantah tuduhan itu, dengan mengatakan militernya melancarkan operasi kontra-pemberontakan setelah serangan terhadap pos-pos keamanan oleh teroris Muslim.