Kamis 24 Jan 2019 19:17 WIB

BI Keluarkan Aturan Baru Soal Utang Luar Negeri Perbankan

BI juga mengatur transaksi partisipasi risiko yang mulai marak dilakukan perbankan

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Nidia Zuraya
Hutang dalam Dolar(Illustrasi)
Foto: CCSMALBUSINESS
Hutang dalam Dolar(Illustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mengeluarkan peraturan tekait penarikan utang luar negeri dan kewajiban berdenominasi valuta asing lainnya oleh perbankan. Aturan baru BI ini juga termasuk mengatur soal transaksi partisipasi risiko (TPR) yang mulai marak dilakukan.

Aturan baru tersebut adalah Peraturan Bank Indonesia Nomor 21/1/PBI/2019 Tentang Utang Luar Negeri (ULN) Bank Dan Kewajiban Bank Lainnya Dalam Valuta Asing yang akan resmi berlaku pada 1 Maret 2019. Deputi Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Riza Tyas mengatakan pembaruan peraturan ini diperlukan untuk mengawasi dan mencegah risiko yang timbul dari produk dan inovasi terbaru dari industri keuangan, seperti transaksi partisipasi risiko (TPR).

"Transaksi partisipasi risiko adalah transaksi pengalihan risiko atas individual kredit atau fasilitas lainnya yang dilakukan berdasarkan perjanjian induk," kata Riza di Jakarta, Kamis (24/1).

TPR merupakan bagian dari kewajiban valas perbankan di dalam negeri terhadap afiliasi atau mitranya di luar negeri. Di Indonesia, TPR baru mulai dilakukan oleh perbankan sejak akhir 2016.

Riza mengatakan BI ingin mengatur TPR sejak dini meskipun nilai transkasinya masih kecil karena kegiatan TPR ini melibatkan aliran dana dari luar negeri yang masuk ke pasar keuangan di Indonesia. Hal ini untuk memperkuat upaya mitigasi risiko dan kehati-hatian di pasar keuangan domestik.

"TPR melibatkan dana dari bank di luar negeri atau afiliasinya ke bank di dalam negeri sehingga ada potensi resiko eksternal bagi Indonesia," ujar dia.

TPR di Indonesia biasanya dilakukan bank untuk membiayai kredit korporasi. "Nominalnya memang masih kecil tapi perlu ada pengawasan sejak awal," kata Riza.

Adapun pokok pengaturan lainnya yaitu berupa penyempurnaan definisi dan cakupan ULN dan kewajiban bank lainnya dalam valas. Cakupan ULN bank meliputi utang bank kepada bukan penduduk dalam valas atau rupiah, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

BI juga mewajibkan bank menerapkan prinsip kehati-hatian terhadap kewajiban jangka pendek, di antaranya, membatasi posisi saldo harian Kewajiban Jangka Pendek paling tinggi 30 persen dari modal bank.

Kantor cabang dari bank yang berkedudukan di LN wajib menginformasikan hasil penetapan dan perubahan dana usaha yang dinyatakan (declared dana usaha) kepada BI. Selain mereka juga wajib memelihara posisi harian dana usaha paling rendah 90 persen dari dana usaha yang dinyatakan.

Posisi dana usaha yang melebihi 100 persen dari declared dana usaha akan diperhitungkan sebagai Kewajiban Jangka Pendek. Sedangkan, prinsip kehati-hatian yang wajib diterapkan bank terhadap kewajiban jangka panjang, di antaranya, adalah terlebih dahulu memperoleh persetujuan rencana masuk pasar dari Bank Indonesia sebelum bank masuk pasar untuk memperoleh Kewajiban Jangka Panjang.

Rencana masuk pasar bank harus terlebih dahulu tercantum dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) terkecuali beberapa hal yang diatur dalam PBI tersebut. Jika bank melanggar ketentuan tersebut, yakni masuk pasar terlebih dahulu tanpa memperoleh persetujuan BI, terdapat beberapa sanksi yang diantaranya adalah bank akan dikenakan sanksi berupa administratif maupun denda.

Sanksi selanjutnya adalah BI akan membatasi keikutsertaan bank dalam operasi moneter.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement