REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak sejarawan mengisahkan, kemenangan tersebut menjadi saat-saat paling berkesan bagi Uqba. Salah satu sejarawan dari Andalusia, Ibnu Idhari al-Marrakushi, menceritakan dengan dramatis momen-momen kemenangan Uqba di dalam bukunya Al-Bayan al-Mughrib fi akhbar al-Andalus.
Setelah memenangi pertempuran dan mencapai Pantai Atlantik, Uqba berseru: ''Ya Allah yang menjadi saksi, aku telah membawa pesan-Mu hingga pengujung daratan. Jika samudra tidak membatasi jalanku, aku akan melanjutkan perjuangan melawan orang-orang kafir dan menegakkan iman hingga tidak ada lagi yang disembah kecuali Engkau."
Setelah kemenangan besarnya atas tentara Romawi, Uqba kembali ke pangkalannya di Kairouan. Ketika sampai di Tanja, ia menyebar kekuatannya dan membawa 300 orang prajurit bersamanya. Kondisi itu menjadi peluang bagi lawan untuk menyerang Uqba kembali.
Pimpinan tentara Berber, Kusaila, yang sebelumnya memeluk Islam kemudian berpaling dan bergabung dengan pasukan Roma. Pasukan besar Roma dan Berber ini pun bersekongkol untuk menyerang Uqba.
Baca: Pidato Uqba bin Nafi Sebelum Bebaskan Afrika Utara
Dalam keadaan terjepit, Uqba pun memantapkan dirinya untuk berjuang di jalan Allah SWT melawan musuh. "Saya ingin mati syahid,'' ujar Uqba. Tekad serupa juga diserukan Abu Mahajer Dinar. "Aku juga ingin mati syahid," ujarnya.
Mereka pun lalu bahu-membahu dan bertempur dengan gagah berani. Takdir pun menggariskan, kedua panglima itu bersama 300 prajuritnya yang gagah berani mati syahid. Ubqa wafat di samping Abu Mahajer.
Jenazah mereka dimakamkan di sebuah tempat yang kini dikenal sebagai Sidi Uqba di Aljazair. Untuk menghormati para pejuang Muslim ini, masyarakat setempat membangun sebuah masjid di tempat tersebut.
Hingga saat ini, keturunan Uqba masih ada dan tersebar di wilayah yang membentang antara Danau Chad hingga Pantai Mauritania. Beberapa keturunan Uqba dikenal dengan sebutan Ouled Sidi Ukba.