Rabu 30 Jan 2019 01:40 WIB

Kemenag Usulkan Nama RUU Pesantren

Draft usulan pembanding dari Kemenag ditargetkan rampung medio Februari.

Rep: Novita Intan/ Red: Nashih Nashrullah
Sejumlah santri mengaji kitab kuning di Pesantren Ilmu Alquran Al Misbah, Jalan Bahari, Jakarta, Jumat (25/5).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Sejumlah santri mengaji kitab kuning di Pesantren Ilmu Alquran Al Misbah, Jalan Bahari, Jakarta, Jumat (25/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kementerian Agama (Kemenag) tengah mendalami Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren dan Lembaga Pendidikan Keagamaan yang diinisiasi DPR sejak 2018 lalu. Sandingan atas RUU Pesantren yang disiapkan pemerintah diharapkan sudah selesai pertengahan Februari 2019. 

Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, mengatakan RUU ini sedang didalami pemerintah kemudian rancangan itu bisa dibuatkan persandingannya dari sisi pemerintah. 

“Mudah-mudahan pertengahan Februari nanti persandingan dari pemerintah sudah selesai dan dapat kita kirimkan ke DPR untuk kemudian kita bahas bersama-sama,” ujarnya dalam keterangan tulis, Rabu (30/1).

Menag menyampaikan, RUU sandingan yang akan disampaikan nanti lebih fokus kepada RUU Pesantren saja tanpa mencantumkan lembaga pendidikan keagamaan. 

“RUU yang diusulkan DPR itu judulnya masih ada dua. RUU tentang Pesantren dan Lembaga Pendidikan Keagamaan. Nah, pemerintah berpandangan biarlah ini RUU tentang Pesantren saja. Supaya fokus,” terang Menag. 

Salah satu pertimbangan mengapa RUU tersebut hanya tentang pesantren saja, menurut Menag, karena lembaga-lembaga pendidikan keagamaan yang lain sudah diatur pada beberapa regulasi yang lain. 

“Jadi, kita ingin yang ini khusus tentang pesantren saja,” ucapnya. 

Menag juga menyampaikan RUU Pesantren yang disiapkan bertujuan  memberikan dua hal kepada lembaga pesantren. Pertama, rekognisi atau pengakuan terhadap keberadaan pesantren yang telah memiliki andil besar dalam perkembangan sejarah bangsa dan negara. 

Kedua, memfasilitasi keberlangsungan serta pengembangan pondok-pondok pesantren. 

Terkait hal ini, Menag menyatakan negara tidak akan mengatur atau mewajibkan sesuatu terkait dengan hal-hal yang menjadi otonomi pesantren, misalnya penentuan struktur. 

“Yang pasti tidak akan masuk pada wilayah yang sepenuhnya merupakan otonomi ponpes itu sendiri,” ungkapnya.  

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement