Sabtu 02 Feb 2019 06:45 WIB

PHRI Berharap Pemerintah Bisa Dorong Promosi Produk Wisata

Program promosi wisata dinilai kurang efektif.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Friska Yolanda
Wisatawan mancanegara menikmati pemandangan pedesaan sawah berundak (terasering) di Desa Tegallalang, Gianyar, Bali, Rabu (30/1). Dinas Pariwisata Daerah Kabupaten Gianyar menargetkan kunjungan sebanyak tiga juta orang wisatawan mancanegara ke Gianyar selama tahun 2019.
Foto: Fikri Yusuf/Antara
Wisatawan mancanegara menikmati pemandangan pedesaan sawah berundak (terasering) di Desa Tegallalang, Gianyar, Bali, Rabu (30/1). Dinas Pariwisata Daerah Kabupaten Gianyar menargetkan kunjungan sebanyak tiga juta orang wisatawan mancanegara ke Gianyar selama tahun 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani meminta pemerintah untuk bisa memberikan insentif pada promosi produk wisata di Indonesia. Hal itu guna bisa mendorong tingkat kunjungan wisatwan mancanegara (wisman) lebih tinggi ke Tanah Air. 

"Karena masalahnya, kita ini punya program, punya hotel, dan punya destinasi, tapi yang mau menjual ke target market ini siapa? Pertanyaannya di situ," kata Hariyadi ketika dihubungi Republika, Jumat (1/2). 

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia pada 2018 mencapai 15,81 juta kunjungan. Angka itu naik 12,58 persen dibandingkan jumlah kunjungan wisman 2017. Kendati demikian, target kunjungan wisman 2018 yang sebesar 17 juta belum bisa tercapai. 

Menurut Hariyadi, hal itu utamanya disebabkan oleh rentetan peristiwa bencana yang terjadi di Indonesia sepanjang 2018. "Kita menghadapi erupsi Gunung Agung, gempa lombok. Ditambah lagi, tsunami di Carita dan juga Palu yang diberitakan di mana-mana. Itu berpengaruh," kata Hariyadi. 

Akan tetapi, selain faktor bencana terdapat faktor lain yang membuat kunjungan wisman meleset dari target. Menurutnya, saat ini penjualan produk pariwisata Indonesia belum efektif menggaet wisman.  

"Ketidakefektifan itu bukan soal promosi, Wonderful Indonesia itu sudah jalan dan banyak orang yang tahu, yang saya maksud terkait dengan menjual produk wisatanya. Program selling-nya kurang efektif," kata Hariyadi. 

Hariyadi mengatakan, PHRI berharap pemerintah bisa memberikan dukungan atau insentif dalam menjual produk-produk untuk wisatawan. Akan tetapi, karena keterbatasan alokasi anggaran, PHRI memutuskan untuk bekerja sama secara business to business (B2B) dengan agen travel daring dan maskapai penerbangan. 

"Jadi kami punya inventori kamar berapa, kita paketkan dengan produk mereka," kata dia. 

Dia mencontohkan, program yang akan digencarkan pada 2019 adalah Jakarta Weekend Hotdeals. Program itu dibuat karena kunjungan ke Ibu Kota hanya berkisar dua juta sementara Bali bisa menarik wisman sebanyak empat juta per tahun. 

"Kita ingin gencarkan promosi itu. Akhirnya, ya kita putuskan jalan sendiri deh karena kita tidak mau buang waktu," kata Hariyadi. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement