Rabu 13 Feb 2019 06:20 WIB

Tiket Pesawat Mahal, JK Dorong Maskapai Bersaing Sehat

Murahnya harga tiket membuat pengelolaan keuangan maskapai jadi bermasalah.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Friska Yolanda
Wakil Presiden Jusuf Kalla saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (12/2).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Wakil Presiden Jusuf Kalla saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (12/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mendorong persaingan sehat antara maskapai penerbangan dalam menentukan tarif tiket penerbangan. Menurut JK, maskapai dalam menetapkan tarif tiketnya harus mempertimbangkan harga bahan bakar avtur yang cukup tinggi.

Hal ini diungkapkan JK setelah Presiden Joko Widodo mendapat keluhan dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) tentang mahalnya harga Avtur yang menyebabkan tiket beberapa maskapai penerbangan naik.

"Saya kira walaupun bersaing mereka juga harus tetap menghitung biaya tetapnya, ada harga pokok daripada BBM itu. Karena 35 persen daripada ongkos pesawat itu avtur kan," ujar JK di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (12/2).

JK tidak menepis persaingan tidak sehat juga nampak dengan adanya tarif promo beberapa maskapai. Padahal harga tiket pesawat di Indonesia selama ini masih tergolong sangat murah apabila dibandingkan dengan negara-negara lain.

Ia menilai, murahnya harga tiket pesawat tersebut membuat pengelolan maskapai menjadi bermasalah. Menurutnya, tak jarang membuat beberapa maskapai penerbangan bangkrut.

"Sudah berapa airlines yang tutup? Ada Batavia dulu, ada Adam Air, ada Merpati ada Mandala, ada Sempati, semua kan tutup bangkrut. Jadi kalau kita tekan terlalu murah dia punya tiket juga bagus tapi (cuma untuk) jangka pendek, tapi jangka panjang kalau mereka tidak bisa beli pesawat," ujar JK.

JK melanjutkan, akhirnya bangkrutnya maskapai membuat pilihan masyarakat terhadap maskapai pun berkurang. Penentuan tarif pun dikhawatirkan membuat maskapai mengabaikan standar keamanan dan keselamatan penumpang.

"Akhirnya kita yang kena juga. Kita tidak bisa, apalagi mereka bukan pemerintah, mereka statusnya bisnis maka harus sesuai," ujarnya.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement