Kamis 14 Feb 2019 23:10 WIB

Rencana Perdamaian Timur Tengah Inisiatif AS Picu Polemik

Rencana ini mencakup perdamaian Israel-Palestina yang akan dirilis April mendatang.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nashih Nashrullah
(File Foto) Suasana Dome of The Rock di kompleks Al Aqsa, Yerusalem, Palestina beberapa waktu lalu. Pejabat senior Pemerintahan Trump mengabarkan Trump akan mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan memindahkan kedutaan besarnya ke kota tua ini.
Foto: Oded Balilty/AP
(File Foto) Suasana Dome of The Rock di kompleks Al Aqsa, Yerusalem, Palestina beberapa waktu lalu. Pejabat senior Pemerintahan Trump mengabarkan Trump akan mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan memindahkan kedutaan besarnya ke kota tua ini.

REPUBLIKA.CO.ID, WARSAWA – Pemerintah Amerika Serikat (AS) akan merilis rencana perdamaian Timur Tengah, termasuk konflik Israel-Palestina, pada April mendatang, tepatnya setelah Israel melaksanakan pemilu. Hal itu diungkapkan penasihat senior Gedung Putih Jared Kushner. 

Dilaporkan laman Politico, sejumlah menteri dari negara-negara yang berpartisipasi dalam konferensi Warsawa, Polandia, telah melakukan pertemuan tertutup dengan Kushner pada Rabu (13/2). 

Pada kesempatan itu Kushner mengungkapkan akan memperkenalkan rencana perdamaian Timur Tengah pasca-Pemilu Israel pada 9 April. 

Dalam rencana perdamaian yang dikenal dengan istilah "Deal of the Century" tersebut, tercakup pula tentang penyelesaian konflik Israel-Palestina. 

Kushner mengungkapkan bahwa Israel dan Palestina harus bersedia menjalin negosiasi dan berkompromi.  

Kendati belum disingkap, Deal of the Century disangsikan dapat menyelesaikan konflik Palestina-Israel. Sebab dalam rancangan tersebut, AS diduga tak lagi mencantumkan tentang status Yerusalem dan nasib jutaan pengungsi Palestina di beberapa negara Arab. 

Profesor dan Direktur Institut Kebijakan Keamanan Global di Universitas New Mexico, Emile Nakhleh, berpendapat Deal of the Century adalah upaya sia-sia yang dilakukan AS. 

"Kesepakatan seperti itu akan mati pada saat kedatangan karena tidak diharapkan untuk mengatasi pencabutan pendudukan Israel atau penegasan kedaulatan Palestina," kata dia, dikutip laman Alaraby.  

Seorang peniliti kebijakan AS di Timur Tengah, Joe Macaron, mengkritik kurangnya keterlibatan pihak-pihak dalam penyusunan Deal of the Century, termasuk Palestina. 

"Apa yang disebut Deal of the Century adalah satu-satunya upaya dalam sejarah penyelesaian konflik, di mana para pihak yang berkonflik tidak termasuk dalam proses, atau pendukung regional mereka diberitahu," ujarnya. 

Pemimpin dari 12 faksi politik Palestina sempat melakukan pembicaraan selama tiga hari di Moskow, Rusia, yang berakhir pada Rabu (13/2). Mereka semua sepakat menentang Deal of the Century. 

Perwakilan Fatah Azzam al-Ahmad mengatakan, Deal of the Century adalah sebuah jebakan AS. "Jika skenario itu dilakukan, bahkan langit di atas Palestina akan ditempati," ujar al-Ahmad. 

Dengan wilayah yang diblokade seluruhnya oleh Israel, al-Ahmad menilai nantinya Palestina tidak akan bisa mandiri atau sangat tergantung.

"Tanpa bandara dan diblokir dari semua sisi oleh Israel, Palestina akan sangat tergantung. Itu seperti menciptakan ghetto (kamp konsentrasi) Palestina," ujarnya. 

Di sisi lain, al-Ahmad meyakini Deal of the Century tidak lagi menyematkan tentang status Yerusalem yang telah diakui sebagai ibu kota Israel oleh AS. Padahal Palestina mendambakan Yerusalem Timur sebagai ibu kota masa depannya. 

Anggota terkemuka Hamas Mousa Abu Marzouk juga menyatakan penolakannya terhadap Deal of the Century.

"Kami tidak bisa membiarkan Jalur Gaza terisolasi. Kami menolak solusi Amerika untuk masalah ini, yang mereka sebut sebagai Deal of the Century," katanya. 

Sementara pembicaraan antarfaksi Palestina di sana berakhir tanpa adanya penandatangan kesepakatan.

Para perwakilan menutup konferensi pers dengan seruan mendesak rekonsiliasi nasional. Sebab hanya Palestina yang bersatu yang dapat menentang konspirasi AS-Israel tersebut. 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement