REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarah perkembangan Islam di Afrika Selatan tidak bisa dilepaskan dari peranan ulama-ulama besar dari Nusantara. Sebutlah misalnya, Asy-Syaikh al-haj Yusuf Abu al-Mahasin Hidayatullah Taj Al-Khalwati al-Makasari--lebih akrab disebut Syekh Yusuf--contohnya.
Nama ulama kelahiran Tallo, 13 Juli 1626 M, ini tetap dikenang di benua hitam itu hingga kini, meski kiprahnya di benua itu telah melintasi masa yang panjang, ratusan tahun silam.
Syekh Yusuf bersama 49 pengikutnya menginjakkan kaki pertama kali di Afrika Selatan pada Juli 1693, setelah lebih dulu diasingkan oleh koloni Belanda ke Srilanka. Mereka sampai di Tanjung Harapan dengan kapal De Voetboog dan ditempatkan di daerah Zandvliet yang kemudian dikenal dengan nama Madagaskar.
Di negeri buangan itu, dalam waktu singkat ia telah mengumpulkan banyak pengikut. Awalnya, ia memantapkan pengajaran agama bagi pengikutnya. Dari sini syiar Islam lalu diserukan kepada orang-orang buangan yang diasingkan ke Kaap. Mereka kemudian bersatu membentuk komunitas Muslim.
Meski Syekh Yusuf telah wafat pada 23 Mei 1699 di usia 73 tahun, namun pengaruhnya di Afrika Selatan masih sangat besar sampai saat ini. Bangunan bekas tempat tinggalnya dijadikan bangunan peringatan yang diberi nama 'Karamat Syekh Yusuf'. Bangunan peringatan itu masih tetap dikunjungi warga Afrika Selatan, meski jenazahnya dibawa dan dimakamkan ke Gowa, daerah kelahirannya di Sulawesi Selatan.
Toh, Syekh Yusuf bukan satu-satunya ulama Nusantara yang mengembangkan Islam di benua hitam itu. Dalam sejarahnya, selain Syekh Yusuf, paling tidak ada dua ulama lainnya yang juga punya peran penting dalam pengembangan Islam di sana. Keduanya adalah Tuan Guru Imam Abdullah bin Qadi Abdussalam yang dibuang oleh Belanda dari Tidore dan Abdul al-Basi Sultania, Raja Tambora yang disebut berasal dari bagian Kesultanan Gowa.
Hanya saja, catatan sejarah yang mengisahkan peran Imam Abdullah bin Qadi Abdussalam dan Abdul al-Basi Sultania dalam pengembangan Islam di Afrika Selatan tidak sebanyak Syekh Yusuf. Meski demikian, Abdul al-Basi Sultania juga seorang cendekiawan Islam, sebagaimana halnya dengan Syekh Yusuf.
Kesultanan Gowa disebutkan takluk kepada pemerintah Belanda pada 1683 dan Raja Tambora dibuang ke Semenanjung Harapan, lalu dipindahkan ke Vergelegen, Stellenbosch. Di sini, ia menuliskan ayat-ayat suci Alquran berdasarkan ingatannya. Sehingga, ada kalangan yang menyebut bahwa Raja Tambora sebagai penulis Alquran yang pertama di Afrika Selatan.
Peranan Tuan Guru Imam Abdullah bin Qadi Abdussalam tak kalah pentingnya. Seperti juga Raja Tambora, berbagai catatan sejarah menunjukkan, Tuan Guru pun menulis isi Alquran berdasarkan ingatannya. Selain itu, ia pula disebut sebagai orang pertama yang mendirikan madrasah di jantung Kota Cape Town dan Masjid Auwwal di Bo-Kaap yang hingga kini masih eksis di sana. Karena itu, peranan Syekh Yusuf, Raja Tambora, dan Tuan Guru bersama ulama dari Nusantara lainnya tidak bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan Islam di Afrika Selatan.