REPUBLIKA.CO.ID, VANCOUVER -- Chief Financial Officer (CFO) Huawei Meng Wanzhou menggugat Kanada atas penangkapannya tahun lalu di bandara Vancouver. Meng mengajukan tuntutan perdata terhadap Pemerintah Kanada, agen perbatasan, dan polisi atas pelanggaran hak-hak sipilnya.
Gugatan diajukan di Mahkamah Agung British Columbia pada Jumat (1/3). Tuntutan itu meminta ganti rugi terhadap Royal Canadian Mounted Police (RCMP), Badan Layanan Perbatasan Kanada (CBSA) dan pemerintah federal sebab diduga melanggar hak-hak sipilnya.
Meng mengatakan, bahwa petugas CBSA menahan, mencari, dan menanyainya di bandara dengan alasan palsu sebelum ia ditangkap oleh RCMP.
Petugas menahannya untuk mendapatkan informasi yang mereka tidak percaya akan diperoleh jika penggugat segera ditangkap. Hal itu melanggar hak Meng berdasarkan Piagam Hak dan Kebebasan Kanada.
"Penahanannya melanggar hukum dan kesewenang-wenangan," kata gugatan tersebut. "Petugas sengaja tidak memberitahu alasan sebenarnya penahanan, haknya berkonsultasi, dan haknya untuk diam," tulis guguatan itu.
Putri pendiri Huawei ditahan pada Desember 2018 atas permintaan Amerika Serikat (AS) sebab diduga terlibat aksi penipuan dan melanggar sanksi AS terhadap Iran. Pihak berwenang AS mengajukan berbagai tuduhan terhadap Huawei, produsen ponsel pintar terbesar kedua di dunia. AS juga meminta warga Cina itu diekstradisi.
Cina mengecam tindakan tersebut sebagai penyalahgunaan perjanjian ekstradisi bilateral antara Kanada dan AS. Cina juga, menyatakan oposisi tegas dan ketidakpuasan yang kuat terhadap persidangan Meng.
Namun Kanada mengatakan negara-nya mengikuti aturan hukum. Penangkapan Meng telah membuat hubungan yang tegang antara Cina, AS, dan Kanada. Diduga sebagai balasan, dua warga Kanada di Cina telah ditahan.