REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL – Islam dan budaya tidak harus selalu dipertentangkan bahkan dalam beberapa kesempatan budaya diakomodasi oleh Islam.
Pernyataan itu disampaikan Dekan Fakultas Ushuluddin Institut Ilmu Alquran (IIQ) An Nur, Ustaz Ikhsanuddin.
"Walaupun tentu saja budaya ini bisa dipilah dalam perspektif Islam, sebab yang namanya budaya ada yang baik ada yang buruk," kata Ikhsanuddin saat mengisi kajian Seneng Takon di Musala Baitul Jannah Bantul beberapa waktu lalu.
Bahkan, lanjut Ikhsanuddin, dalam Islam budaya yang merupakan tradisi baik sangat bisa menjadi sumber hukum. Dalam kaidah fikih, cukup banyak tradisi yang ternyata bisa menjadi sumber hukum.
Orangnya, sebagai pembawa tradisi baik yang ternyata diikuti orang lain dalam kebaikan, malah dalam Islam mendapatkan pahala. Hal itu dikarenakan budaya baik yang dibawanya menjadi amal jariyah.
“Jika kita kembali ke zaman para wali di Indonesia, budaya-budaya itu merupakan sesuatu yang biasa dilakukan lalu menjadi pranata sosial,” kata dia.
Misalnya, dalam Islam ada aqiqah, itu dibawa ke Jawa dan mewarnai tradisi menamai anak yang mengakar.
"Jadi, Islam memang sangat mengapresiasi budaya, budaya yang baik dijalankan dan diteruskan, Islam tidak pernah anti budaya, tapi budaya yang buruk memang akan ditinggalkan," ujar Ikhsanuddin.
Untuk itu, ia menegaskan, menyatukan Islam dan budaya sebenarnya sangat mudah. Bisa melalui akulturasi, asimilasi, yang prinsipnya bisa datang dari Islam lalu menjadi budaya atau dari daerah masing-masing lalu diisi nilai-nilai Islam.