REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk mendukung berkembangnya industri otomotif mobil listrik, pemerintah mengusulkan insentif berupa pemberlakuan pajak penjualan nilai barang mewah (PPnBM) sebesar nol persen. Hal itu guna mengimbangi biaya produksi komponen mobil listrik yang cukup mahal.
Rencana pemberian insentif tersebut merupakan usulan dari perubahan skema PPnBM kendaraan bermotor roda empat. Skema yang diubah melalu aspek kapasitas mesin cc ke kapasitas emisi karbon. Semakin besar cc kendaraan maka semakin besar pengenaan pajaknya.
“Perubahan skema ini hanya menguntungkan bagi mobil listrik saja, untuk mobil super mewah tetap dikenakan PPnBM sebesar 125 persen,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, di Jakarta, Senin (11/2).
Adapun mobil super mewah merupakan mobil dengan kapasitas mesin di atas 5.000 cc seperti Lamporghini dan beragam mobil mewah lainnya. Dalam aturan sebelumnya, pengelompokan pengenaan PPnBM bervariasi dari 10 hingga 125 persen untuk kapasotas mesin 5.000 cc.
Sementara itu untuk aturan baru menjadi sekitar 10 hingga 70 persen. Kendati demikian mobil dengan kapasitas di atas 5.000 cc tetap dikenakan tarif PPnBM sebesar 125 persen. Menteri Perindustrian Airlangga Hartato menilai, skema perubahan PPnBM akan memacu industri otomotif nasional bertumbuh sebab selama ini industri mengeluhkan mahalnya harga bahan baku mobil listrik.
“Kami tidak mau subsidi BBM diganti dengan subsidi kendaraan, makanya kami mengambil langkah insentif fiskal untuk mendorong industri ini tumbuh,” katanya.
Seperti diketahui, pemerinyah menetapkan target sebanyak 20 persen mobil Indonesia pada 2025 adalah mobil listrik dengan berbagai teknologi. Saat ini pemerintah tengah menggodok peraturan presiden (perpres)-nya serta peraturan pemerintah (PP) tentang percepatan pembangunan industri otomotif.