REPUBLIKA.CO.ID, KETAPANG -- Program Desa Makmur Peduli Api (DMPA) Sinar Mas Agribusiness and Food telah membantu mengurangi titik panas di Ketapang menjadi turun sebesar 89,0 persen pada tahun 2018, dibandingkan dengan tahun 2015, di mana terdapat 213 titik panas dan 130 titik api di desa binaan.
Program yang dilaksanakan sejak tahun 2016 telah menorehkan catatan prestasi dan memberikan dampak positif bagi masyarakat setempat. Melalui program pemberdayaan masyarakat secara partisipatif, masyarakat memiliki kemampuan dalam mencegah dan mengatasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla), serta mencapai ketahanan pangan dengan cara yang lebih ramah lingkungan melalui Pertanian Ekologis Terpadu (PET), dan meninggalkan pola bertani dengan membakar.
Cuaca menjadi tantangan utama di tahun 2018, di mana curah hujan lebih sedikit dan musim kering lebih panjang dibandingkan tahun 2017.
CEO Sinar Mas Agribusiness and Food Wilayah Kalimantan Barat, Susanto Yang menjelaskan, program DMPA dirancang dengan memahami kebutuhan masyarakat dari desa binaan program. Tahap pertama fokus pada pencegahan dan mengatasi kebakaran. Tahap kedua, kami mencoba memberikan solusi dari akar permasalahan agar masyarakat mau dan bisa meninggalkan pola bertani dengan membakar melalui PET.
"Saat ini, perusahaan telah melakukan pendampingan kepada 32 desa di Sumatera dan Kalimantan untuk program DMPA,” jelas Susanto Yang dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Kamis (14/3).
Melalui PET, masyarakat akan tetap dapat bertani dan mendapatkan pangan yang dibutuhkan, bahkan mendapatkan produktifitas yang lebih baik dan pengeluaran yang lebih sedikit untuk mengelola pertanian. Bersama dengan Masyarakat Siaga Api (MSA) dan pemerintah setempat, masyarakat desa diajak untuk melakukan proses belajar dengan praktik di lapangan, atau disebut juga sekolah lapangan PET, dan kemudian mereplikasikan di kebun masing-masing.
Keberhasilan ini dapat terlihat dengan keluarga anggota kelompok PET yang mampu mendapatkan penghasilan 1-1.3 juta rupiah setiap bulannya. Penghasilan tersebut dapat membantu masyarakat anggota kelompok PET untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari maupun membayar kebutuhan anak-anak sekolah.
Selain itu, tentunya indikator keberhasilan program DMPA yang telah berlangsung sejak tahun 2016, juga dapat diukur dengan penurunan titik panas di Kabupaten Ketapang. Pada tahun 2018, titik panas di Ketapang menurun sebesar 89,0 persen dibandingkan dengan tahun 2015, dimana terdapat 213 titik panas dan 130 titik api di desa binaan. Cuaca menjadi tantangan utama di tahun 2018, di mana curah hujan lebih sedikit dan musim kering lebih panjang dibandingkan tahun 2017.
Upaya dari desa-desa binaan di Ketapang untuk menjaga areanya agar tidak terbakar mendapatkan apresiasi dari perusahaan. Sejak tahun 2016, desa-desa yang berhasil mencegah terjadinya kebakaran lahan menerima penghargaan sebesar 50-100 juta rupiah dalam bentuk sarana dan prasarana pemadaman kebakaran dan fasilitas umum bagi desa. Di tahun 2018, sebanyak lima desa mendapatkan 100 juta rupiah dan tiga desa mendapatkan lima puluh juta rupiah.
Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perkebunan (Distanakbun) Kabupaten Ketapang menyambut baik dan merespon positif hasil yang telah dicapai masyarakat delapan desa di Kecamatan Nanga Tayap dalam upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
Kepala Dinas Pertanian, Peternakan dan Perkebunan Kabupaten Ketapang, Sikat Gudag mengatakan, pihaknya menyadari diperlukan sebuah kolaborasi yang menyentuh dari berbagai pemangku kepentingan agar program dapat berjalan dengan berkelanjutan. Oleh karena itu, peran serta elemen perusahaan, masyarakat dan pemerintah seperti Distanakbun, Manggala Agni, serta Muspika dan Lembaga Adat di Kecamatan Nanga Tayap sangatlah diperlukan.
"Distribusi informasi yang mampu mengedukasi masyarakat harus tetap berjalan baik melalui lembaga pendidikan formal dan informal. Saya berharap dengan melihat kisah sukses dari warga desa yang lain, program positif dari DMPA, dengan Pertanian Ekologis Terpadu akan dapat cepat diikuti oleh warga-warga lainnya," ujar Sikat.