Senin 25 Mar 2019 12:30 WIB

Badai Merah Jupiter Menyusut Setelah 300 Tahun

Warna badai juga bervariasi dari waktu ke waktu.

Rep: Puti Almas/ Red: Dwi Murdaningsih
Foto Planet Jupiter terbaru yang diambil NASA
Foto: NASA
Foto Planet Jupiter terbaru yang diambil NASA

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- The Great Red Spot menjadi salah satu hal yang paling dikenal di atmosfer Jupiter dan sistem tata surya secara keseluruhan. Ini adalah sebuah badai yang jauh lebih besar dari bumi dan cukup kuat untuk ‘menelan’ badai kecil lainnya untuk masuk.

Analisis data historis dan yang baru-baru ini diperoleh menunjukkan bahwa badai tersebut menyusut dan menjadi lebih bulat, serta lebih tinggi. Selain itu, warnanya juga bervariasi dari waktu ke waktu.

Faktor yang membuat perubahan ini belum diketahui secara pasti oleh para peneliti. Namun,  saat ini pesawat ruang angkasa milik NASA, Juno tengah mengorbit di Jupiter dan mencoba mengumpulkan lebih banyak data tentang pita awan dan The Great Red spot. Data-data tersebut diyakini dapat memberi pemahaman lebih luas tentang banyak fitur di atmosfer Jupiter

The Great Red Spot yang bergerak berlawanan arah tersebut memiliki kecepatan hingga 500 kilometer per jam. Salah satu hal yang paling menonjol dari The Great Red Spot telah diamati sejak 1830, atau bahkan pada era 1660-an.

Fitur yang menonjol dari The Great Red Spot telah lama menjadi data tarik studi ilmiah. Meski demikian, banyak hal mengenai badai ini yang masih belum diketahui. Termasuk kapan dan bagaimana ini dapat terbentuk, apa yang membuatnya bisa berwana merah, hingga mengapa bisa bertahan lebih lama dibanding badai lain yang ada di atmosfer Jupiter.

Para astronom berpikir bahwa posisi badai di garis lintang, yang secara konsisten teramati berada 22 derajat di selatan khatulistiwa Jupiter terhubung dengan pita awan di atmosfer Jupiter. Astronom yang mengamati badai besar seperti The Great Red Spot ini mengatakan mempelajari atmosfer dari semua jenisnya, memperdalam pemahaman bagaimana mereka terbentuk dan berjalan.

Tidak seperti Jupiter, Bumi memiliki massa daratan yang menyebabkan badai besar kehilangan energi karena gesekan dengan permukaan yang padat. Tanpa hal ini ini, badai Jupiter dapat bertahan lebih tahan lama.

Meski demikian, The Great Red Spot memilki umur yang panjang, bahkan menurut standar Jupiter. Para peneliti belum sepenuhnya memahami mengapa demikian. Namun, mereka mengetahui bahwa badai Jupiter yang terletak di pita awan dengan arah rotasi yang sama cenderung lebih tahan lama.

Pita bergantian warna-warni ini, disebut sabuk (pita gelap) dan zona (pita cahaya). Keduanya berjalan sejajar dengan garis khatulistiwa Jupiter.

Para peneliti tidak yakin apa yang menyebabkan adanya warna pita dan zona. Tetapi, perbedaan dalam komposisi kimia, suhu, dan transparansi atmosfer terhadap cahaya semuanya telah dianggap menjadi faktor yang mempengaruhi.

Seperti halnya The Great red Spot, pita-pita tersebut telah mengalami sedikit perubahan dalam garis lintang selama waktu di mana mereka telah diamati. Para peneliti tidak sepenuhnya memahami struktur pita, tetapi mereka memiliki bukti yang menunjukkan bahwa zona berwarna terang adalah dengan tingkat material yang meningkat, sementara sabuk gelap adalah wilayah yang tenggelam ke atmosfer.

Di bumi, ada batas yang jelas antara atmosfer dan permukaan planet, yang sebagian besar tertutup oleh air. Namun, tak ada lautan air yang besar diketahui terletak di bawah Jupiter.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement