REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cendekiawan Muslim Prof Komaruddin Hidayat menyebut, Islamofobia masih ada karena bekas kenangan Perang Salib. Perang antara umat Islam dan Kristen ini membuat kedua agama berkembang di wilayahnya masing-masing.
Islam di negara Timur dan Kristen di bagian Barat. Kenangan perang agama tersebut hingga kini masih tertanam dan dibawa ke masyarakat.
"Akar dari Islamofobia adalah perbedaan teologi atau keyakinan beragama. Antara Islam dan agama lain jelas berbeda teologinya. Kemudian, perbedaan kemajuan dari segi teknologi," ujar Prof Komaruddin kepada Republika.co.id, belum lama ini.
Kekayaan yang dimiliki dunia Islam banyak dimanfaatkan oleh Barat. Barat dianggap memiliki teknologi yang mampu mengolah kekayaan yang ada. Namun, dengan campur tangan negara Barat, tidak jarang dirasa mereka mengksploitasi dan menimbulkan konflik tersendiri.
Atas konflik yang muncul itu, Barat pun melawan. Salah satunya dengan memunculkan teror-teror demi menghimpun kekuatan melawan negara Timur atau Islam. Barat memunculkan kesan membenci Islam dan membuat propaganda dengan Islamofobia ini.
Label terorisme pun disematkan bagi umat Islam yang dianggap membahayakan kehidupan mereka. "Media sosial dan kekuatan ekspansi kapitalisme Barat menjadi salah satu penyebar islamofobia," kata dia.
Komaruddin menyebut, dewasa ini Islamofobia tidak hanya berkembang di dunia Barat. Di dalam tubuh Islam sendiri muncul ketakutan terhadap sesama nya. Utamanya yang menganut gerakan ekstremisme atau Islam garis keras. Gerakan ekstrem ini merusak perdamaian dan kerukunan.