REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang tua atau orang dewasa berbohong kepada anak kecil. Ada yang berbohong dengan menakut-nakuti, berjanji ingin memberi sesuatu, mengatakan hendak pergi ke sebuah tempat, atau sengaja berbohong untuk sekedar bermain dan bercanda.
Pada zaman Rasulullah SAW, perbuatan seperti itu ditandai dengan munculnya perilaku seorang ibu yang mau memberi sesuatu kepada 'Abdillah bin Amir, anaknya, disaksikan Rasulullah SAW. Melihat peristiwa tersebut, beliau menegur ibu itu. Jika si ibu tak menepati janji, maka ia dicatat berdusta satu kali (riwayat Ahmad bin Hanbal dan Abu Dawud).
Pada mulanya orang tua bersikap begitu hanya untuk membujuk agar anak berhenti menangis, menurut kepada orang tua dan menghiburnya. Padahal ini dapat mengakibatkan anak meremehkan dusta yang menimbulkan rasa kurang hormat terhadap kejujuran.
Padahal, dusta merupakan perbuatan yang paling dibenci Rasulullah. Sedemikian bencinya sehingga bila terlihat seseorang berdusta dari segi apa saja, walau hanya sekali, beliau akan mengingatnya sebagai pendusta, kecuali jika diketahui ia telah bertaubat (riwayat Ahmad).
Manusia diharapkan selalu bersikap jujur dalam menangani segala persoalan. Sikap ini bisa terpatri dalam jiwa, jika sejak masa kanak-kanak telah ditanamkan, dibiasakan, dilatih tentang kejujuran, dinasehati, diberi contoh, dijelaskan bahwa dusta sangat dibenci Allah dan Rasul-Nya, dalam perkataan maupun perbuatan.
Anak, dengan fungsi persepsi dan konatifnya, akan menerima, mengenal dan meniru perbuataan orang lain untuk diperlihatkan sebagai bagian kepribadiannya. Kemampuan yang melekat padanya hingga dewasa merupakan hasilnya mempelajari sesuatu. Orang tua bisa menjadi objek atau model baginya untuk ditiru seluruh kepribadiannya.
Seorang anak yang mengetahui bahwa orang tuanya pernah berbohong kepadanya, menghilangkan rasa percaya diri anak kepadanya. Sosok ayah dan ibu mereka yang selama ini menjadi kebanggaan karena kelembutan dan kejujuran yang pernah diajarkan, lenyap begitu saja bersamaan dengan hilangnya wibawa orang tua di hadapan anaknya.
Namun, adakalanya orang tua dihadapkan pada satu masalah yang membuat mereka tidak bisa berbuat lain kecuali berbohong kepada anak. Sebab itu, orang tua diharapkan berhati-hati dalam memilih situasi di mana anak tidak dapat membuktikan kebohongan orang tuanya. Tapi, akan lebih baik bagi kepentingan perkembangan kepribadian mereka, apabila ia bisa menghindari kebohongan sama sekali.