REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik (BPS) menyepakati untuk menggunakan satu data terkait komoditas peternakan. Kementan selalu bersinergi dengan BPS dalam penghitungan data komoditas peternakan untuk menjadi acuan riset dan pengembangan kebijakan.
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita dalam acara Pertemuan Sosialisasi Hasil Survei Pertanian Antar Sensus Tahun 2018 (SUTAS 2018), Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Bersama Badan Pusat Statistik (BPS) RI di Jakarta pada Jumat (26/4)
Pertemuan ini dihadiri oleh perwakilan dari BPS RI, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin) Kementerian Pertanian, dan dari Dinas/Kelembagaan yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan dari 34 Provinsi dan kabutan kota terpilih.
Pada kesempatan tersebut, Ketut menyampaikan, untuk mengambil kebijakan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan harus didukung dengan data yang baik, valid dan akurat. Dasarnya data yang valid.
"Dengan demikian, kebijakan yang kita ambil akan on the track. BPS merupakan lembaga resmi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menanganani data untuk itu kami selalu berkoordinasi dan berkolaborasi dengan BPS membangun semangat satu data untuk komoditas Peternakan”, ungkapnya.
Data menjadi acuan untuk pengambilan kebijakan sehingga Ditjen PKH sangat konsen untuk pencatatan data sektor peternakan, seperti tentang kelahiran dan kebuntingan ternak sapi dan kerbau serta kejadian penyakit.
Ditjen PKH telah menggunakan aplikasi Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (ISIKHNAS). Sedangkan untuk perunggasan, saat ini Ditjen PKH sedang memperbaiki data perunggasan dengan terus melakukan koordinasi bersama stakeholder terkait.
“Kegiatan SUTAS 2018 menjadi momentum penting sebagai awal membangun kerjasama dan kolaborasi yang lebih baik lagi ke depan antara Ditjen PKH dan BPS untuk membangun semangat ‘Satu Data’, tegas Diarmita.
Pada tahun 2018, BPS RI telah melaksanakan Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS 2018), dengan tujuan 1) Memperkirakan populasi Rumah Tangga Usaha Pertanian menurut Sub Sektor per Kabupaten/Kota; 2) Memperkirakan populasi komoditas; dan Memperkirakan produktivitas komoditas dan parameter populasi ternak.
“Saya sangat mengapresiasi BPS atas pelaksanaan SUTAS 2018 tersebut, dan hasilnya telah dikoordinasikan secara intensif baik dari aspek teknis maupun metodologi antara Ditjen PKH bersama-sama BPS sehingga hasil SUTAS 2018 dapat diperoleh perkiraan jumlah Rumah Tangga Usaha Peternakan serta kepemilikan ternaknya,” ujar Diarmita.
Dalam mendukung aspek perencanaan dan Evaluasi Program/Kegiatan Pembangunan Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan pada tahun 2016 telah menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor 5943/Kpts/TI.000/F/09/2016. Isinya tentang petujuk teknis pengumpulan dan penyajian data peternakan dan kesehatan hewan. Petunjuk teknis ini, mengatur mekanisme pengumpulan 6 (enam) data fungsi yang menggambarkan fungsi dari masing-masing Direktorat lingkup Ditjen PKH.
Tantangan yang dihadapi sub sektor peternakan dan kesehatan hewan ke depan cukup berat. Melalui proyeksi penduduk oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), BPS RI, serta UNFPA. Penduduk Indonesia tahun 2019 diperkirakan sebesar 266,91 juta jiwa, dan pada tahun 2024 diperkirakan mencapai 279,96 juta jiwa, atau mengalami peningkatan sebesar 0,98 persen per tahun selama periode 5 tahun, hal ini berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) yang telah dilaksanakan oleh BPS RI Tahun 2015.
Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, kebutuhan akan pangan termasuk pangan asal ternak akan semakin meningkat. Tidak hanya dari aspek kuantitas atau jumlahnya, tapi termasuk juga peningkatan kualitas atau mutu pangan yang dihasilkan. “Tentunya untuk persyaratan keamanan, kesehatan dan kehalalan menjadi tantangan bagi seluruh stakeholder peternakan di Indonesia,” kata Dirjen tersebut.
Selain itu, tantangan lain yang dalam upaya peningkatan produksi pangan asal ternak seperti ketersediaan lahan dan air, perubahan iklim serta perdagangan global. Tantangan dalam pembangunan peternakan tersebut perlu dipecahkan melalui proses program pembangunan yang komprehensif.
Parameter hasil SUTAS 2018, dapat kita jadikan sebagai faktor koreksi terhadap hasil pengumpulan dan penghitungan data populasi yang kita lakukan selama ini melalui mekanisme kompilasi produk administratif.
“Dari hasil SUTAS 2018 terlihat adanya fenomena perubahan di Rumah Tangga, sehingga diperoleh perkiraan populasi sapi potong sebesar Tahun 2018 sebesar 16,4 juta ekor, sapi perah 0,58 juta ekor dan kerbau 0,89 juta ekor” ungkap Ketut.
"Angka populasi yang terkoreksi dengan parameter hasil SUTAS 2018 tersebut, dapat dijadikan sebagai Angka Tetap (Populasi Awal) P0 2018, untuk penghitungan estimasi data populasi hingga nanti dilaksanakannya Sensus Pertanian pada Tahun 2023 (ST 2023)” ujar Ketut.
Harus valid
Kementan dan BPS bersinergi dalam satu data
Sementara itu, Pelaksana Harian Deputi Bidang Statistik Produksi, BPS, Hermanto menyampaikan bahwa data dan informasi yang disampaikan ke masyarakat harus valid dan akurat, jangan sampai muncul beberapa data yang berbeda antarinstansi pemerintah. Karena akan memancing kegaduhan.
Untuk itu, Hermanto menyebutkan Presiden telah menugaskan BPS membuat ‘Satu Data’ guna mewujudkan data yang akurat, mutakhir, terpadu, terintegrasi, dan mudah diakses oleh pengguna. Data sangat penting karena sebagai dasar pelaksanaan evaluasi dan pengendalian melalui perbaikan tata kelola pemerintah.
Lebih lanjut Hermanto menambahkan apalagi kita sudah masuk dalam era revolusi 4.0 yang berbasis teknologi informasi dengan dinamika lapangan berjalan bersifat dinamis.
Di samping itu, Pemanfaatan data terkait pangan, tidak hanya digunakan untuk kebutuhan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan, tetapi juga sebagai bentuk pemenuhan hak publik agar masyarakat dapat mengetahui ketersediaan pangan nasional.
“Data yang dirilis oleh BPS didasarkan pada metodologi yang sudah baku dan mengikuti kaidah Internasional” tegas Hermanto.
Hermanto mengapresiasi penginputan data yang dilakukan oleh Ditjen PKH melalui aplikasi integrated Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (ISIKHNAS), ia berharap kedepan sistem ini dapat dilakukan declare untuk penginputan data komoditas peternakan lainnya.