REPUBLIKA.CO.ID, Sebagai penafsir Alquran, Fakhruddin ar-Razi termasuk yang fenomenal karena mendahului zamannya. Tak heran, dalam disertasinya untuk Gauhati University, Abdul Khalique Laskar (2009) menggolongkan Fakhruddin ar-Razi sebagai filsuf, pakar ilmu politik dan ilmu tafsir. Abdul Khalique menyebutkan, ar-Razi berupaya mengembangkan sintesis antara iman dan nalar.
Di antara karya apik ar-Razi yang cukup monumental adalah Mafatih al-Ghaib atau at-Tafsir al-Kabir li Alquranul Karim. Di sinilah kepiawaian Fakhruddin ar-Razi tampak jelas sebagai ulama. Kitab tafsir Alquran ini dikerjakan sejak 1199. Adapun bab 17 sampai bab 30 dari buku ini ditulis ar-Razi dalam periode 1205-1207. Akan tetapi, dia tidak sampai menyelesaikan karya ini.
Melalui kitab tafsir Mafatih al-Ghaib (at-Tafsir al-Kabir li Alquranul Karim), ar-Razi mengajak kaum Muslim untuk tidak sekadar memahami Alquran. Sebab, Kalamullah merupakan petunjuk untuk memahami bagaimana alam semesta ciptaan Allah ini bekerja.
Sesudah Fakhruddin ar-Razi wafat, sejumlah muridnya meneruskan pekerjaan besar ini. Di antaranya adalah Syekh Syihabuddin al-Haubi dari Damaskus pada 1242. Selanjutnya oleh Syekh Najamuddin al-Qamuly dari Mesir pada 1327. Salah satu keistimewaan kitab tafsir karya ar-Razi ini adalah, pembahasan ayat-ayat yang berkaitan dengan keesaan Allah dikaitkan dengan argumen-argumen rasional.
Selain kitab Mafatih, dia juga menulis Asrar al-Tanzil wa anwar al-Ta’wil. Kitab ini tidak berhasil diselesaikan Fakhruddin ar-Razi sampai wafatnya. Di sini, ar-Razi membedah tema-tema kalam yang dikaitkan dengan referensi dari sejumlah ayat Alquran. Beberapa komentator menghubungkan kitab tersebut dengan teks lainnya dari ar-Razi, yakni catatan ringkas tentang Alquran (al-Tafsir al-Saghir).