Sabtu 15 Jun 2019 16:27 WIB

Soal Penolakan Firanda, MUI: Kedepakan Saling Menghormati

MUI meminta semua pihak saling menghargai pendapat dan tak menyalahkan.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nashih Nashrullah
Sekretaris Jenderal MUI, Anwar Abbas
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Sekretaris Jenderal MUI, Anwar Abbas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, mengimbau masyarakat mengedepankan toleransi menyikapi masalah furu'iyyah (cabang agama). 

Dia mengakui belum mengetahui apa dasar masyarakat Aceh menolak ceramah yang diisi oleh Ustaz Firanda Andirja Abidin di Masjid Al Fitrah di Desa Ketapang, Banda Aceh, Kamis (13/6). 

Baca Juga

Namun menurut Anwar, bila ada pemahaman keagamaan yang bertolak belakang dengan pemahaman keagamaan masyarakat setempat, menurutnya, maka perlu diketahui ihwal masalahnya. Apakah itu menyangkut masalah ushuliyyah (pokok) atau furu'iyyah (cabang)? 

"Dalam masalah furu'iyyah, kita harus bisa menerima kehadiran pandangan yang berbeda karena dalam hal-hal tertentu perbedaan itu juga bisa menjadi rahmat," kata Anwar, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Sabtu (15/6). 

Dalam masalah yang terkait dengan 'majalul ikhtilaf' atau masalah yang dimungkinkan terjadinya perbedaan pendapat, dia menganjurkan bertoleransi. Jangan ada pihak yang mengabsolutkan sikap dan pandangan keagamaannya. “Apalagi kebebasan beragama juga dijamin dalam salah satu pasal di UUD 1945,” kata dia.  

Dia menjelaskan, hal-hal menyangkut masalah ushuliyyah, Anwar menegaskan bahwa itu tentu tidak bisa ditoleransi. Misalnya, jika ajaran yang dibawakan tidak mau berhujjah dengan menggunakan sunah Rasulullah atau mengakui dan mengajarkan adanya nabi setelah Nabi Muhammad SAW. Hal semacam itu tentu tidak bisa ditoleransi karena sudah merupakan penyimpangan. 

Anwar menuturkan, ada 10 kriteria aliran dan atau paham yg sesat menurut MUI. Pertama, mengingkari salah satu dari rukun iman yang enam. Kedua, meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan Alquran dan sunah.  

Ketiga, meyakini turunnya wahyu setelah Alquran. Keempat, mengingkari otentisitas atau kebenaran isi Alquran. Kelima, melakukan penafsiran Alquran yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir.

Keenam, mengingkari kedudukan hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam. Ketujuh, menghina, melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul. Kedelapan, mengingkari Nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir.  

Kesembilan, mengubah, menambah, dan atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan oleh syariah, seperti haji tidak ke Baitullah, shalat wajib tidak lima waktu. Kesepuluh, mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar’i, seperti mengkafirkan Muslim hanya karena bukan kelompoknya.  

"Dalam 10 hal ini tidak boleh ada toleransi, karena kalau melanggar aturan yang ada, maka itu bukan lagi perbedaan tetapi penyimpangan," tambahnya. 

Seperti diketahui, penolakan atas ceramah Ustaz Firanda menurut Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol Trisno Riyanto lantaran warga Aceh menganggap aliran yang dianut Ustaz Firanda tidak sejalan dengan aliran kebanyakan warga Aceh. Warga Aceh, menurut Trisno, kebanyakan menganut paham atau aliran ahlussunah wal jamaah atau Aswaja. Sedangkan aliran yang dibawa Ustaz Firanda dianggap Wahabi.  

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement