Selasa 25 Jun 2019 08:26 WIB

Kesamaan Derajat Manusia Menurut Islam

Islam memandang penting kesamaan derajat manusia

Ribuan Jamaah sedang melakukan shalat subuh berjamaah di Masjid Istiqlal, Jakarta (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ribuan Jamaah sedang melakukan shalat subuh berjamaah di Masjid Istiqlal, Jakarta (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Abdul Muid Nawawi

"Manusia itu bagaikan gigi sisir, seseorang memiliki kelebihan atas yang lain hanya dalam amal baiknya."

Baca Juga

Masih menjadi perdebatan apakan aforisme di atas bisa dikategorikan hadits atau hanya ungkapan bijak ulama. Namun, Abu al-Syaikh al-Isfahani memasukkannya dalam jajaran hadits. Terlepas dari itu, ungkapan ini punya relevansi moral dan bisa dijadikan landasan bahwa Islam sangat mengagungkan semangat egalitarianisme (kesamaan derajat).

Dibanding dengan ajaran-ajaran lain, Islam memang terkenal sebagai agama yang sangat teguh mempertahankan penegakan kesamaan derajat. Islam musuh bagi manusia yang merasa lebih mulia dari manusia atau makhluk lain jika alasannya berdasarkan hal yang sifatnya duniawi, bahkan pada persoalan yang sifatnya ukhrawi, semisal seseorang merasa lebih saleh dari manusia lain.

Semua manusia berawal dari Allah SWT, dan akan kembali kepada-Nya. Hal ini sekaligus menghanguskan kemuliaan semu berdasarkan ras, jenis kelamin, keturunan, harta, jabatan, dan sebagainya. Firman Allah SWT, Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertaqwa. (QS Alhujurat: 13 )

Sebagaimana perumpamaan deretan gigi sisir yang sama tinggi --meski ada yang lebih gemuk-- manusia di hadapan Allah setara. Bisakah Anda bayangkan seandainya di antara sisir itu ada satu yang labih tinggi? Bisa saja kepala yang disisir akan terasa sakit.

Sebagaimana gigi sisir yang senantiasa bekerja sama, seorang Muslim dengan Muslim lainnya pun tidak boleh bercerai-berai, apatah lagi saling memusuhi. Rasulullah bersabda, ''Seorang Muslim dengan Muslim lainnya bagaikan sebuah bangunan yang saling memperkuat satu sama lain.''

Hanya saja, adanya perbedaan perlu juga disadari dalam kerangka saling melengkapi. Ada adagium yang direkam oleh Ibn Qutaibah yang berbunyi, ''Manusia akan sejahtera jika mereka berbeda; jika mereka sama, niscaya akan binasa.''

Suatu umat berdiri kokoh jika segenap komponen masyarakat menyadari fungsinya dan bekerja sebagaimana tanggung jawab yang diembannya. Seorang pedagang kecil di pinggir pasar yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan profesionalisme jauh lebih mulia dari pada pejabat yang menduduki posisi penting, tetapi korup dan tidak bertanggung jawab.

sumber : Pusat Data Republika
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement