REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Nasiruddin
"Tegakkanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar" (QS 29: 45)
Melalaikan shalat tidak hanya bermakna tidak menjalankannya. Bagi orang yang sudah menjalankannya pun apabila luput dari substansi shalat juga bisa dimaknai melalaikannya.
Mengenai hal ini konon Sunan Kalijaga, dai di Tanah Jawa pada abad ke-16, punya penilaian yang menarik: uwis shalat ananging durung shalat. Artinya, 'sudah shalat tetapi belum shalat.'
Dengan demikian melalaikan shalat bisa bermakna formal tetapi juga bisa substansial.
Formalitas shalat yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam memang wajib dijalankan sesuai amalan Nabi saw. Tidak bisa ditambah-tambahi apalagi dikurangi baik syarat, rukun, wajib, maupun cara dan urutannya. Oleh karena itu, siapa pun yang menjalankan shalat wajib belajar dan memahami seluk-beluknya.
Sebab, jangan-jangan secara tidak sadar shalat kita belum benar dan itu berarti lalai. Para ahli hukum menegaskan bahwa shalat tergolong ibadah khusus yang punya kaidah: semua amalan shalat haram dijalankan kecuali yang diperintahkan (diamalkan) Rasulullah saw.
Adapun substansi shalat kaitannya dengan perilaku manusia sesuai dengan ayat di atas adalah mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Siapa pun yang menjalankan shalat wajib berikhtiar sekuat tenaga untuk jauh dari perbuatan yang tercela, tertolak, dan salah. Tidak ada kasus shalat jalan terus tetapi korupsinya jalan terus, menipu, menindas, mencuri juga jalan terus. Sebab segala perbuatan yang keji, jelek, dan tercela itu tidak bisa berjalan seiring dengan perbuatan shalat.
Tidak melalaikan berarti menyadari dan menjaganya. Menjaga shalat dengan demikian bisa dimaknai menjalankannya secara benar dan khusyuk, serta menjaga perilaku di luar shalat agar jauh dari perbuatan keji dan munkar.
Sebutlah untuk menjalankan shalat Subuh cukup lima menit, tapi untuk menjaga shalat Subuh berarti menjauhkan diri dari perbuatan keji dan tercela itu seusai shalat Subuh hingga masuk waktu shalat Zuhur.
Begitu juga untuk menjalankan shalat Zuhur cukup lima menit lantas diperlukan untuk menjaganya hingga masuk waktu shalat Ashar. Demikian seterusnya, sehingga lima kali kita jalankan shalat wajib dalam sehari akan 24 jam kita jauhi perbuatan keji dan munkar.
Jika kita cermati hadis Nabi yang menegaskan bahwa amalan pertama yang kelak diperhitungkan adalah amalan shalat, tentu cakupannya tidak sebatas pada shalat formal. Sebab, selain rentang waktunya amat sempit dibanding waktu di luar shalat, juga apa manfaat dan bekas shalatnya jika perilaku di luar shalat nyatanya tidak mencerminkan substansi shalat.
Formalitas dan substansi shalat harus kita jaga, sesuai dengan perintah shalat dalam Alquran yang selalu memakai kata qawama, aqamu, aqimu yang sering diterjemahkan sebagai 'tegakkan'.
Menjaga ataupun menegakkan shalat berarti bersikap dewasa dalam shalat. Sebab, jika masih juga kita sebatas formalitas, maka seperti shalatnya anak-anak yang dikategorikan sudah shalat tetapi belum shalat. Wallahu a'lam bis shawab.