REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) RI Bambang Brodjonegoro mengkhawatirkan semakin tingginya pembangunan di Pulau Jawa. Ia mengatakan pembangunan ini akan berimbas pada konversi lahan pertanian yang subur sehingga berdampak pada ketahanan pangan.
"Ke depan makin banyak pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang bertumbuh dikhawatirkan konversi lahan subur menjadi ancaman ketahanan pangan," kata dia, di Jakarta, Rabu (26/6), pada Dialog II pemindahan Ibu Kota Negara.
Sampai saat kini, kata dia, sumber ketahanan pangan nasional seperti produksi padi atau beras masih terpusat di Pulau Jawa. Sehingga perlu langkah strategis agar lahan pertanian tidak beralih fungsi.
Ia mengkhawatirkan tingginya kebutuhan masyarakat akibat pertumbunan ekonomi dan lain sebagainya, mengakibatkan lahan pertanian dijadikan bangunan pabrik, perumahan, serta sarana dan prasarana.
Akibatnya, kata dia, hal itu tidak hanya berdampak pada Pulau Jawa namun juga berimbas pada ketahanan pangan secara nasional.
Lebih jauh ia memaparkan wilayah metropolitan Jakarta saat ini didefenisikan sebagai Jabodetabek Puncak Cianjur (Jabodetabek Punjur). Hal itu dikarenakan semakin tingginya intensitas penduduk dan pembangunan di daerah itu.
"Total penduduk di Jabodetabek Punjur 33 juta orang, lebih besar dari penduduk Malaysia maupun Australia dan hanya tinggal di wilayah metropolitan Jabodetabek Punjur," kata dia.
Hal itu terkonfirmasi dengan daftar 10 kota dengan penduduk terbesar di Indonesia. Lima dari 10 itu adalah kota-kota di wilayah Jabodetabek Punjur.
Jakarta menempati peringkat pertama dengan 10,3 juta jiwa, Bekasi nomor tiga terbesar di Indonesia 2,8 juta, Depok nomor enam terbesar di Indonesia 2,2 juta, Tanggerang peringkat tujuh dengan jumlah penduduk 2,1 juta dan Kota Tanggerang Selatan peringkat 10 dengan 1,5 juta jiwa penduduk.
"Jadi, memang Jakarta itu menjadi pusat segalanya seperti pemerintahan, ekonomi, bisnis, keuangan, perdagangan, jasa dan apa pun," kata dia.