REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Ishak
Sifat sombong bisa jadi karena banyaknya harta yang dimiliki, cantiknya wajah yang dipunyai atau luasnya ilmu.
Karena itu, tak heran bila 'virus' ini bisa menjangkiti siapa saja. Siapa pun harus waspada. Apa pun yang kita miliki, sesungguhnya semua berasal dari Allah SWT dan sewaktu-sewaktu bisa meninggalkan kita atau kita meninggalkannya. Tak jarang itu terjadi dalam sekejap mata.
Begitu pun mereka yang melakukan kebajikan, tak layak untuk sombong. Apalagi sampai berpikir bahwa amal-amal yang dilakukannya akan mengantarkannya menuju surga atau menghindarkannya dari neraka.
Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat, ''Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (al-husna) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.'' (QS Yunus: 26).
Beliau berkomentar, "Mereka (penghuni surga itu) sebenarnya tidak layak mendapatkannya karena amal perbuatan mereka, melainkan berkat kemurahan dan rahmat Allah SWT semata."
Memang demikian halnya, andai bukan karena taufik, hidayah, dan kekuatan yang diberikan Allah SWT, tak seorang pun di antara kita melakukan kebajikan. Bahkan, kendati pun sekadar membuang duri dari jalanan.
Namun, tidaklah bisa disebut sombong orang yang rajin beribadah disebabkan ia (memang) takut (khauf) akan ancaman neraka-Nya, atau karena ia mengharap (roja') akan surga-Nya. Kedua sikap ini tidak bertentangan dengan keridhaan-Nya.
Bahkan, rasa takut dan harap ini adalah dua unsur yang selalu ada pada keimanan seseorang. Rasa takut dan harap ini tidak akan muncul pada diri seseorang, kecuali ia memiliki keyakinan yang pasti (tashdiqul jazm) terhadap keberadaan kehidupan akhirat yang dahsyat.
''Dan takutlah kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat menggantikan seseorang lain sedikit pun dan tidak akan diterima suatu tebusan daripadanya dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafaat kepadanya dan tidak mereka akan ditolong.'' (QS Al-Baqarah: 123).
Takutnya seorang hamba pada neraka atau rindunya ia pada surga tidaklah bertolak belakang dengan cinta hamba tersebut kepada Allah SWT. Sebab, takutnya seorang hamba pada neraka atau rindunya ia pada surga tidaklah muncul kecuali karena ia membenarkan sepenuh hati apa-apa yang diinformasikan oleh pihak yang dicintainya, yaitu Allah SWT.
Selanjutnya, sebagai bukti kecintaan, ia merasa perlu mengikatkan diri kepada syariat Allah SWT dalam menjalani kehidupan. Ini bukan sikap sombong. Sebaliknya, hamba yang sombong adalah hamba yang berfikir bisa selamat dari ancaman Allah SWT, tanpa perlu membenarkan ayat-ayat-Nya, tanpa perlu beramal saleh, tanpa perlu menjauhi maksiat, tanpa perlu mengontrol 'kreativitasnya' dengan hukum-hukum Allah SWT.
Bahkan, tanpa perlu mengharap surga atau takut pada neraka, seraya berpikir bahwa itulah cinta yang benar. Ini 'virus' berbahaya.