REPUBLIKA.CO.ID, SHANGHAI -- Cuaca ekstrem di Cina dalam beberapa waktu terakhir dilaporkan semakin intensif. Beberapa daerah di negara itu mengalami suhu yang sangat tinggi, hingga mencapai rekor terburuk pada tahun ini.
Selain itu, curah hujan diperkirakan akan melebihi tingkat rata-rata sebesar 70 persen dalam 10 hari ke depan. Dalam laporan badan cuaca nasional Cina, suhu pada tahun ini meningkat 0,9 derajat Celcius lebih tinggi dari rata-rata yang ada sejak 1961.
Dalam sebuah pernyataan perwakilan departemen bantuan bencana Administrasi Metereologi Cina, Liao Jun mengatakan suhu tinggi terjadi diantaranya di wilayah provinsi barat daya Yunnan dan Hainan. Sebanyak 40 stasiun cuaca yang tersebar di China mencatat suhu panas yang paling tinggi sejak 1961 di dua wilayah itu.
Curah hujan di Yunnan dan Tibet pada tahun ini juga menjadi yang terendah sejak 1961. Namun, beberapa daerah lain justru menghadapi curah hujan ekstrem, seperti di Jiangxi, Hunan, dan Guizhou.
"Ini telah menembus rekor ekstrem sepanjang sejarah," ujar Liao dalam sebuah keterangan pers, Selasa (2/7).
Sebagian besar wilayah pertanian di selatan Cina dilaporkan menjadi yang paling terdampak dengan curah hujan ekstrem. Banyak tanaman, mulai dari padi, tembakau, hingga buah-buahan yang tergenang dan membuat jumlah produksi petani terganggu.
Curah hujan di wilayah selatan Cina diperkirakan akan melampaui tingkat rata-rata antara 30 hingga 70 persen selama 10 hari ke depan. Salah satu faktor cuaca ekstem yang terjadi di negara tersebut diyakini dampak dari pemanasan global.
"Dari perspektif yang lebih luas, bersama dengan pemanasan global, kemungkinan terjadinya cuaca ekstrem semakin meningkat," kata Chen Hao, seorang pejabat d Pusat Iklim Nasional Cina.
Kementerian Manajemen Darurat China mengatakan akan mengeluarkan dana darurat sebesar 1,32 miliar yuan (192 juta dolar AS) untuk penanganan bencana. Sebagian besar dari uang tersebut akan dialirkan ke wilayah tengah dan selatan negara, yang terdampak banjir.