Rabu 10 Jul 2019 05:25 WIB

Saham BUMN Paling Banyak Diburu pada Semester II

IPO bisa menjadi pembiayaan alternatif bagi perusahaan BUMN.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Nidia Zuraya
Seorang mengunjung memotret layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. ilustrasi
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Seorang mengunjung memotret layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Semester II dinilai menjadi momentum yang tepat bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk melantai di bursa atau melakukan penawaran saham perdana (Initial Public Offering/IPO). Hal tersebut tercermin dari pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terus menunjukkan tren positif.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, memaparkan kondisi pasar saham dalam year to date sejak awal tahun sampai hari ini mengalami kenaikan hingga tiga persen lebih.

Baca Juga

Kenaikan ini menunjukkan kepercayaan diri pasar membaik pasca putusan Mahkamah Konstitusi dan ada beberapa saham BUMN yang jadi penggerak. Artinya pasar yakin banyak proyek yang akan berlanjut di periode kedua Pemerintahan Joko Widodo ini.

"Jadi banyak yang memburu saham-saham BUMN. Ini jadi angin segar bagi perusahaan untuk melakukan IPO," ujar Bhima, saat dibubungi Republika, Selasa (9/7).

Faktor lainnya, lanjut Bhima, IPO bisa menjadi pembiayaan alternatif bagi perusahaan mengingat suku bunga Indonesia masih relatif mahal. IPO merupakan salah satu cara mencari pendanaan yang relatif lebih murah dibandingkan pinjaman ke perbankan atau penerbitan surat utang dengan kondisi suku bunga yang masih mahal.

Di samping itu, nilai tukar rupiah juga masih bergerak dalam kondisi yang cukup baik di level 14.100-14.200. Sedangkan cadangan devisa di Juni meningkat menjadi 123 miliar dolar AS. Ini menunjukkan ada peningkatan arus modal masuk di portfolio.

Selain BUMN, menurut Bhima, perusahaan dari sektor digital juga dinilai tepat melantai di bursa semester II ini. Pasalnya, ekonomi digital ini hampir tidak terpengaruh oleh fluktuasi ekonomi global. "Banyak perusahaan start up yang sedang menunggu untuk melantai di bursa, baik e-commerce, fintech maupun transportasi online," tutur Bhima.

Sektor selanjutnya yaitu konstruksi. Ini didukung oleh pembangunan infrastruktur yang cukup masif. Tidak hanya itu, sektor pelayanan kesehatan seperti rumah sakit juga dinilai tepat melakukan IPO selama pertengahan kedua tahun ini.

"Lalu ada sektor komunikasi tapi tidak semua sektor, yang bagus yang berkaitan dengan internet, perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang itu bisa juga IPO," lanjut Bhima.

Sementara itu, sektor yang tidak dianjurkan untuk melantai di bursa semester II ini yaitu industri seperti komoditas perkebunan dan batu bara. Bhima menilai peluang industri tidak cukup bagus untuk IPO karena harga komoditasnya kurang bagus.

"Utuk industri momentumnya belum sekarang karena permintaan dalam negeri masih melambat jadi nanti harganya kurang bagus saat IPO," tutup Bhima.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement