Selasa 09 Jul 2019 23:28 WIB

Uni Eropa Desak Iran Hentikan Pengayaan Uranium

Pengayaan uranium Iran hingga 3,67 persen.

Rep: Muhammad Tiarso Baharizqi/ Red: Nashih Nashrullah
Seorang teknisi di pusat konversi uranium Isfahan, Iran.
Foto: Reuters
Seorang teknisi di pusat konversi uranium Isfahan, Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS— Uni Eropa pada Selasa (9/7) mendesak Iran agar tidak lagi melakukan pengayaan uranium yang melanggar kesepakatan pengendalian senjata nuklir, yang disepakati pada 2015.

"Kami terus mendesak Iran agar tidak mengambil langkah lebih lanjut yang merusak kesepakatan nuklir. Kami meminta Iran untuk menghentikan dan membatalkan semua aktivitas yang tidak sejalan dengan JCPOA, termasuk produksi uranium," kata juru bicara Uni Eropa, Maja Kocijancic, kepada awak media, sebagaimana dilansir Reuters. Dia mengacu kepada nama resmi kesepakatan tersebut, Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

Baca Juga

Iran mengaku akan meningkatkan pengayaan uranium miliknya dalam beberapa jam di atas batas yang ditetapkan dalam kesepakatan nuklir, sebuah langkah yang dapat diartikan kembalinya semua sanksi ekonomi terhadap Teheran.

Sebelumnya, Iran mengatakan akan mulai memperkaya uranium di luar batas 3,67 persen yang telah ditetapkan. Peningkatan itu melampui batas perjanjian nuklir yang disepakati enam negara pada 2015.

Iran selalu bersikeras melakukan program nuklir damai, bahkan ketika Amerika Serikat dan negara-negara lain mencurigainya mengembangkan senjata nuklir dengan kedok program sipil. Pejabat Iran mengatakan, Iran sepenuhnya sudah siap memperkaya uranium pada tingkat apa pun dan dengan jumlah yang tak terbatas.

Dengan begitu, Iran telah menentang upaya Amerika Serikat (AS) dalam menekan negara dengan sanksi dan memicu negara yang tergabung dalam kesepakatan nuklir 2015 untuk mengosiasikan kembali kesepakatan nuklir 2015 atau dikenal dengan Joint Comperhensif Plan of Action (JCPOA) dengan sejumlah kekuatan dunia. Seperti dilansir Aljazirah, uranium adalah logam berawarna abu-abu keperakan yang berukuran kecil yang hampir dapat ditemui di mana-mana, tetapi jarang dalam bentuk kepadatan terkonsentrasi.

World Nuclear Association mengatakan tambang uranium beroperasi di sekitar 20 negara dunia saat ini. Sekitar setengah dari produksi global berasal dari hanya 10 tambang di enam negara, yaitu Kanada, Australia, Nigeria, Kazakhstan, Rusia, dan Namibia.

Uranium sering ditambang melalui bentuk "fracking" atau rekahan hidrolik, di mana air yang disuntikkan dengan oksigen dipaksa pada tekanan tinggi melalui batuan yang mengandung uranium, mengekstraksi elemen sebelum memompanya ke permukaan. Untuk memperkaya uranium, Iran menggunakan isotop uranium yang dikenal sebagai Uranium-235. Ini adalah jenis uranium yang dapat disesuaikan dengan bahan bakar pembangkit listrik atau menghasilkan bom nuklir.

U-235 dapat ditemukan di sekitar 0,7 persen dari bijih uranium yang ditambang, dengan 99,3 persen lainnya adalah Uranium-238 yang tidak memiliki kontribusi langsung untuk menghasilkan listrik atau bahan peledak. Jadi untuk penggunaan praktis, kemurnian uranium perlu ditingkatkan.

Berdasarkan  kesepakatan 2015, Iran setuju memperkaya uranium tidak lebih dari 3,67 persen yang cukup untuk pembangkit listrik. Namun, itu jauh di bawah kemurnian 90 persen yang diperlukan untuk membuat bom nuklir.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement