REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri makanan dan minuman sedang mengalami kekurangan pasokan garam industri. Stok saat ini hanya bisa mencukupi kebutuhan kurang dari satu bulan, menurut Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman.
"Total itu ada 30 ribuan ton (tersisa, red.). Itu nggak sampai sebulan, kan bahaya," ujar Adhi dalam suatu forum diskusi di Jakarta, Rabu.
Adhi mengatakan, industri makanan dan minuman pada 2019 sudah diberikan slot impor garam industri sekitar 300 ribu ton. Namun, jumlah tersebut belum bisa mencukupi untuk produksi industri makanan dan minuman.
Adhi mengungkapkan, kebutuhan bahan baku garam untuk industri mencapai 500 ribu ton per tahun. Bahkan, menurut dia, jumlah itu masih kurang mengingat produksi makanan dan minuman semakin tinggi.
Apabila bahan baku garam tak bisa dipenuhi maka industri makanan dan minuman dalam negeri terancam tak bisa produksi. Di lain sisi, menurut Adhi, produksi garam lokal dengan kadar airnya yang empat persen tidak bisa digunakan untuk bahan baku industri makanan dan minuman.
"Ya kalau lokal ada kami pasti beli. Kebanyakan stok garam lokal yang ada kadar airnya tinggi, kami butuh untuk industri makanan dan minuman yang kadar air 0,5 persen" jelasnya.
Untuk memenuhi kebutuhan industri makanan dan minuman, pihaknya sudah mengajukan tambahan impor garam industri mencapai 250 ribu ton guna menutupi kekurangan stok. Hingga saat ini, usulan tersebut masih dalam pembahasan pemerintah.
"Kami sudah mengajukan. Kami sudah sampaikan stok kami tinggal berapa terus dirakortaskan, belum putus," kata dia.