REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Perusahaan telekomunikasi Cina, Huawei Technologies Co Ltd, secara diam-diam membantu pembangunan dan pemeliharaan jaringan nirkabel komersial Korea Utara (Korut). Washington Post melaporkan, mengutip sumber dan dokumen internal, Huawei bermitra dengan perusahaan milik Pemerintah Cina, Panda International Information Technology, dalam sejumlah proyek di Korut selama delapan tahun.
Departemen Perdagangan Amerika Serikat (AS) telah menyelidiki Huawei sejak 2016 dan sedang meninjau apakah perusahaan tersebut melanggar aturan ekspor terkait dengan sanksi terhadap Korut. Senator Chris Van Hollen dan Tom Cotton mengatakan, langkah tersebut menimbulkan pertanyaan apakah Huawei telah menggunakan teknologi AS dalam komponennya ketika membangun jaringan telekomunikasi di Korut.
"Pemberitahuan tersebut menunjukkan adanya hubungan (Huawei) dengan Korut dan pelanggaran beruntun terhadap hukum AS," ujar Van Hollen dan Cotton dalam pernyataan bersama, Selasa (23/7).
Kedua senator tersebut mencatat, revisi rancangan undang-undang (RUU) pertahanan yang sedang dipertimbangkan di kongres berisi ketentuan untuk menegakkan sanksi terhadap Pyongyang. Dalam RUU itu disebutkan bahwa setiap perusahaan yang berbisnis dengan Korut akan menghadapi sanksi AS.
AS memasukkan Huawei ke dalam daftar hitam pada Mei lalu dengan alasan masalah keamanan nasional. Langkah tersebut menandai bahwa perusahaan AS dilarang menjual sebagian besar komponennya kepada Huawei tanpa lisensi khusus.
Namun, pada bulan lalu Presiden AS Donald Trump mengatakan, perusahaan-perusahaan AS dapat melanjutkan penjualan dalam upaya untuk memulai kembali perundingan perdagangan dengan Beijing.
Huawei tidak memberikan komentar terkait bisnisnya di Korut. Namun, raksasa teknologi Cina tersebut memberikan sebuah pernyataan kepada Washington Post bahwa mereka tidak memiliki bisnis di Korut.
Sementara itu, Panda International Information Technology juga belum memberikan tanggapan terkait bisnisnya di Korut. Washington Post melaporkan, Huawei dan Panda telah mengosongkan kantor mereka di Pyongyang pada paruh pertama 2016. n rizky jaramaya/reuters ed: yeyen rostiyani