REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Ahad menjadi hari yang sibuk bagi santri-santri Pondok Pesantren Al-Fa thonah, Tasikmalaya, Jawa Barat. Para santri berkeliling keenam kampung bersama para ustaz untuk mengangkut onggokan sampah di pinggir jalan hingga sungai. Tak ketinggalan, mereka mengangkut sampah di rumah-rumah warga juga warung. Sampah yang kotor lalu dibakar. Sampah bersih dikumpulkan untuk disedekahkan ke para pemulung.
Gerakan para santri yang tergabung dalam Santri Cinta Lingkungan itu dimulai sejak 2017. Setahun kemudian, pihak pe santren menggalakkan bank sampah setelah muncul salah satu penggeraknya ber nama Abah Irdas.
Awal berjalan, mereka menggandeng 150 warga setempat. Tapi, kegiatan ini hanya berjalan dua kali. Setelahnya, ma syarakat lebih memilih menyedekahkan sampah mereka yang telah dipilah kepada pihak pesantren.
Warga dari enam kampung menyede kah kan sampahnya kepada santri-santri yang setiap pekan berkeliling. Sepekan se kali, santri tetap berkeliling ke rumah war ga untuk mengambil sampah dari masya rakat yang berupa sedekah.
"Kita kumpulkan, lalu kita jual sendiri. Pendapatannya setiap dua bulan bisa sampai Rp 1 juta-Rp 1,5 juta dan dimasukkan ke baitul mal pondok untuk disalurkan ke yang membutuhkan," ujar Pengurus Pondok Pesantren Al Fathonah Ustaz Arif Ar-Rafii.
Pesantren yang mendapat penghargaan dari Dinas Lingkungan Hidup Pemkab Tasikmalaya ini juga berusaha mendaur ulang sampah-sampah yang sekiranya masih bisa dipakai. Salah satunya, mem buat meja belajar dari sampah tripleks sisa bangunan.
Mereka pun membuat eco-brick, bata ramah lingkungan, dari sampahsampah yang dimasukkan ke dalam botol. Eco-brick ini didapat dari santri yang di le marinya memang diminta menyimpan satu botol sebagai tempat menyimpan sampah kering dan bersih.