REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) siap menaikkan tarif bea masuk produk susu dari Uni Eropa. Kebijakan itu sebagai respons dari langkah Uni Eropa menerapkan bea masuk antisubsidi (BMAS) sebesar 8-18 persen terhadap impor minyak sawit asal Indonesia yang telah diterapkan.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menuturkan, pemerintah belum menentukan besaran kenaikan bea masuk untuk produk susu asal Uni Eropa. Namun, kebijakan itu dinilai cukup tepat untuk merespons kebijakan Uni Eropa terhadap sawit dari Indonesia.
"Jadi, yang pertama harus ada penelitian dulu berkaitan dengan kebijakan bea masuk anti subsidi itu. Kita juga (bisa) menggunakan cara anti subsidi yang sama," kata Enggartiasto kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8).
Ia menuturkan, bukan hanya mempersiapkan kebijakan kenaikan bea masuk, Kemendag juga siap memfasilitasi para importir produk susu di Indonesia agar mengalihkan negara asal impor susu ke luar Eropa. Enggar menyebut, beberapa negara yang menjadi opsi, yakni Amerika Serikat, India, Australia, hingga Selandia Baru.
"Kalau perlu, kita fasilitasi perjanjian bisnisnya," ujar dia.
Menurut Enggar, kebijakan pengenaan bea masuk anti subsidi kepada produk minyak sawit asal Indonesia akan merugikan jutaan petani sawit di Indonesia. Karena itu, Kemendag memilih untuk menyerang balik komoditas dari Uni Eropa yang melibatkan kaum petani atau peternak.
"Ini kan menyangkut petani kecil mereka, sama seperti petani kecil di kita," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Komisi Uni Eropa telah mengenakan bea masuk antisubsidi sebesar 8-18 persen atas produk impor minyak sawit asal Indonesia mulai Rabu (14/8) lalu. Langkah itu ditempuh Uni Eropa untuk menciptakan persaingan yang adil antara produsen sawit asal Indonesia dengan produsen minyak nabati di kawasan Eropa.
Enggar menjelaskan, selain menyiapkan kebijakan kenaikan bea masuk atas produk susu Uni Eropa, pihaknya telah mengirimkan nota keberatan atas kebijakan Uni Eropa tersebut. Nota keberatan disampaikan langsung ke World Trade Organization (WTO).
"Kita sudah menyampaikan nota keberatan. Seharusnya hari ini sudah dikirim," ujarnya.