Selasa 20 Aug 2019 05:47 WIB

Bidik Pajak Rp 1.639 T, Menkeu Sebut Banyak Hambatannya

Ekstensifikasi terus dilakukan Ditjen Pajak untuk menggenjot penerimaan pajak

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Konferensi pers bersama Rancangan Anggaran Pendapatan dan  Belanja Negara (RAPBN) 2020 di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Jakarta Selatan, Jumat (16/8) sore.
Foto: Republika/Dedy Darmawan
Konferensi pers bersama Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Jakarta Selatan, Jumat (16/8) sore.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, tantangan penerimaan perpajakan pada tahun depan masih akan banyak datang dari faktor eksternal. Perlambatan perekonomian global yang juga berdampak pada pemangkasan proyeksi pertumbuhan global disebutnya akan berperan besar dalam menentukan penerimaan pajak ke Indonesia.

Sri menjelaskan, kondisi eksternal tersebut turut berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sejumlah lembaga internasional memproyeksikan, ekonomi Indonesia tahun depan berada di kisaran 5,1 persen, atau lebih rendah dibanding dengan proyeksi di Rancangan APBN 2020, yakni 5,3 persen.

Baca Juga

"Ini suatu potensi down side risk," tuturnya ketika ditemui di kantornya, Senin (19/8) pagi.

Oleh karena itu, Sri menjelaskan, pemerintah berupaya mengelola tantangan tersebut. Ekspektasi di kalangan dunia usaha terus dijaga baik oleh pemerintah, termasuk dengan menciptakan iklim investasi dan berbisnis yang kondusif. Ekstensifikasi atau kegiatan pengawasan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu juga terus dilakukan. 

Di sisi lain, Sri menambahkan, tantangan untuk mengumpulkan pundi-pundi penerimaan pajak juga datang dari dalam negeri. Dalam hal ini adalah hitungan insentif pajak yang sudah digencarkan pemerintah sejak beberapa waktu terakhir. Mulai dari yang terkait Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga Tax Amnesty.

Selain itu, Sri menyebutkan tantangan lain juga dirasakan pada sektor usaha yang kini memiliki setoran pajak dengan nilai rendah. Reformasi perpajakan disebutnya sebagai upaya untuk mengantisipasi hal ini.

"Kita gunakan sistem exchange atau pertukaran data, kita intensifkan komunikasi berbagai stakeholder untuk pastikan penerimaan pajak tetap baik," ujarnya.

Dalam RAPBN 2020, pemerintah menetapkan target penerimaan negara senilai Rp 1.861 triliun. Dari total tersebut, penerimaan pajak ditargetkan mencapai Rp 1.639 triliun. Sedangkan, penerimaan bea cukai adalah Rp 221 triliun.

Sementara itu, secara umum, pendapatan negara pada tahun 2020 ditargetkan mencapai Rp 2.221,5 triliun. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan, mobilisasi pendapatan negara dilakukan, baik dalam bentuk optimalisasi penerimaan perpajakan, maupun reformasi pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Di bidang perpajakan, Pemerintah melanjutkan reformasi perpajakan berupa perbaikan administrasi, peningkatan kepatuhan. "Serta penguatan basis data dan sistem informasi perpajakan," ujarnya di depan Rapat Paripurna DPR yang dilaksanakan di Gedung DPR/ MPR, Jakarta, Jumat (16/8).

Sementara itu, reformasi PNBP dilakukan melalui penguatan regulasi dan penyempurnaan tata kelola dengan tetap menjaga kualitas pelayanan publik.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement