REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indoneia (MUI) akan berupaya untuk menghentikan proses hukum terhadap kasus dugaan penodaan agama yang menyeret Ustaz Abdul Somad (UAS). Hal itu dilakukan, demi menghindari aksi saling lapor yang akan semakin memperburuk keadaan.
"(Kami akan) mengupayakan agar tak dibawa ke ranah hukum, karena akan menimbulkan kegaduhan lebih besar dari kasus Ahok. Umat Islam akan mengadukan begitu banyak ceramah video para pendeta yang menghina dan menistakan agama Islam," kata Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri Muhyiddin Junaidi kepada Republika, Kamis (22/8).
Menurut Muhyiddin, jika hal itu terjadi, maka akan sangat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa. Bahkan, bisa membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas politik nasional.
Sebuah potongan video ceramah UAS mendadak viral di jagad maya dalam beberapa hari terakhir. Video tersebut menampilkan ceramah UAS yang membahas salib dan patung. Ustaz kelahiran Ashan, Sumatera Utara, itu pun akhirnya dilaporkan ke polisi oleh sejumlah pihak.
Horas Bangso Batak melaporkan Abdul Somad ke Polda Metro Jaya. Laporan itu diterima oleh pihak kepolisian dengan nomor LP/5087/VIII/2019/PMJ/Dit.Reskrimsus tertanggal 19 Agustus 2019. Abdul somad dilaporkan ke polisi dengan dugaan pelanggaran Pasal 156 KUHP.
Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) melaporkan Abdul Somad ke Bareskrim Polri. GMKI menilai video dakwah Abdul Somad telah membuat gaduh masyarakat. Laporan itu diterima pihak kepolisian dengan nomor LP/B/0725/VIII/2019/Bareskrim tertanggal 19 Agustus 2019.
Seseorang bernama Sudiarto juga ikut melaporkan Abdul Somad. Laporannya diterima dengan nomor LP/B/0723/VIII/2019/Bareskrim tertanggal 18 Agustus 2019.
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Asep Adi Saputra mengatakan, pihaknya memang telah menerima sejumlah laporan terhadap UAS. Saat ini, laporan tersebut sedang dikaji terlebih dahulu.
Asep menegaskan, aparat tidak akan bertindak sembarangan dalam menangani kasus UAS ini. "Kepolisian dalam menanganinya tidak cuma berlandaskan yuridis tapi bagaimana sosiologis kita, perkembangan masyarakat, dan sebagainya," kata Asep, Kamis (22/8).