REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG— Tahap awal Program One Pesantren One Product (OPOP), diikuti 1.287 pesantren yang mengikuti audisi. Namun, menurut Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Provinsi Jawa Barat Koesmana Hartadji, dari jumlah itu, terdapat 1.076 hasil seleksi yang berhak mengikuti ke tahap selanjutnya.
"Berdasarkan hasil penilaian juri, dipilih 108 pesantren dari seluruh Jawa Barat yang memiliki produk-produk terbaik," ujar Koesmana kepada wartawan, Selasa (3/9).
Nantinya, kata dia, peserta program itu akan mendapat pendampingan dari pesantren-pesantren yang sudah mampu menjalankan aktivitas ekonomi dengan baik seperti Pondok Pesantren Al-Ittifaq di Ciwidey, Kabupaten Bandung.
Koesmana mengatakan, sebanyak 1.076 Lonpes yang menjadi peserta OPOP tahap I tersebut, akan menerima hadiah dari Pemerintah Daerah Provinsi (Pemdaprov) Jabar. Hadiah tersebut berbentuk temu bisnis, pelatihan dan pemagangan, bantuan penguatan modal usaha, pendampingan usaha, dan promosi produk melalui pamaren.
Peserta OPOP, kata dia, akan magang di pesantren yang perekonomiannya sudah berhasil untuk kemudian diterapkan di pesantren masing-masing. "Mereka akan dikompetisikan untuk menentukan juara di tingkat Jawa Barat," katanya.
Saat ini, kata dia, program OPOP sudah masuk tahap temu bisnis. Tujuannya, untuk mempertemukan pesantren dengan pengusaha dan sejumlah perusahaan, seperti BukaLapak, Blibli, Telkom, serta Angkasa Pura, dalam menciptakan iklim kolaborasi usaha.
Pesantren yang menjadi peserta OPOP tahap I tersebut, kata dia, sebelumnya melakukan pendaftaran secara daring. Kemudian, ponpes mesti melengkapi administrasi dan melakukan seleksi. Dari tahapan tersebut, terjaring 1.076 Ponpes.
Menurut Koesmana, terdapat beberapa kalangan akademisi yang ikut terlibat dalam proses seleksi. Di antaranya SBM ITB dan Universitas Padjajaran. Nantinya, dari 1.076 ponpes akan dipilih 108 ponpes dengan produk terbaik pada seleksi tahap II. Kemudian, akan dipilih 10 ponpes dengan kategori produk terbaik tingkat provinsi.
Saat ini, kata dia, sebagian besar ponpes di Jabar belum mampu mandiri secara ekonomi untuk membiayai kebutuhan operasional maupun pengembangan sarana dan prasarana pesantren.
Gubernur Jabar, Ridwan Kamil, mengatakan OPOP, kata dia, merupakan program pemerataan pembangunan yang digagas Pemprov Jabar. Tujuan OPOP adalah membangun kemandirian pesantren melalui pemberdayaan ekonomi dengan membantu pesantren memilih komoditi. Kemudian, memberi pelatihan, magang, dan pendampingan produksi pemasaran, serta keuangan.
Sistem bisnis OPOP, kata dia, berbeda dengan program kewirausahaan lain karena lebih dulu mencari off-taker atau pembeli. Kemudian, ponpes peserta OPOP akan memproduksi produk sesuai dengan permintaan konsumen. "Mimpinya adalah ekonomi Jawa Barat yang besar, tidak hanya dikuasai oleh bisnis formal. Kita ingin ekonomi umat, yang titik simpulnya di Pesantren Bangkit," kata Emil.
Selama ini, kata dia, pesantren mau berwirausaha, tapi ada yang tidak tau mau jual apa, modalnya dari mana, jualnya kemana," katanya. "Oleh karena itu, lewat OPOP kita mendorong pesantren. kita memberi modal, mencari pembelinya juga. Di tambah dengan digitalisasi karena saat ini serba digital, termasuk pemasaran," papar Emil.
Perwakilan dari Ponpes Rizalihut Cendikia Bogor Asep Rahmat, OPOP dapat mendorong kemandirian pesantren dengan efektif dan efisien. Menurutnya, produktivitas pesantren dalam kegiatan ekonomi akan meningka. Dengan begitu, operasional aktivitas belajar mengajar di Pesantren dapat dipenuhi secara mandiri. "Pesantren kami jual oleh-oleh di Puncak Bogor, seperti makanan ringan dan lain sebagainya. Omzet saat ini mencapai sekira Rp 200 juta dan kini terus meningkat," kata Asep.
Asep mengatakan, pihaknya tengah melakukan digitalisasi untuk kegiatan ekonomi. Salah satunya dengan menjual produk melalui e-commerce dan platform lainnya. Tujuannya supaya pasar penjualan meluas. N Arie Lukihardianti