REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengatakan negaranya tidak akan melakukan pembicaraan dengan para pejabat Amerika Serikat (AS), termasuk Presiden Donald Trump.
Hal itu dia utarakan setelah Trump membuka peluang pertemuan dengan Presiden Iran Hasaan Rouhani di sela-sela sidang Majelis Umum PBB di New York pekan depan.
"Para pejabat Iran, pada tingkat apa pun, tidak akan pernah berbicara dengan para pejabat Amerika. Ini adalah bagian dari kebijakan mereka untuk menekan Iran. Kebijakan tekanan maksimum mereka akan gagal," kata Khamenei pada Selasa (17/9).
Dia mengatakan para pemimpin ulama Iran sepakat tentang hal itu. "Semua pejabat Iran dengan suara bulat mempercayainya," ujar Khamenei.
Jika memang AS menginginkan pembicaraan atau negosiasi, Khamenei meminta mereka bergabung kembali ke kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Dengan begitu, AS dapat bergabung dengan perundingan multilateral antara Iran dan pihak-pihak lain untuk kesepakatan itu.
Sebaliknya, jika AS terus meningkatkan tekanan dan Eropa gagal memenuhi komitmennya dalam JCPOA, Iran akan terus mengurangi kepatuhannya terhadap ketentuan-ketentuan dalam kesepakatan nuklir.
"Jika kita menyerah pada tekanan mereka dan mengadakan pembicaraan dengan Amerika, ini akan menunjukkan bahwa tekanan maksimum mereka pada Iran telah berhasil. Mereka harus tahu bahwa kebijakan ini tidak ada nilainya bagi kita," ujar Khamenei.
Pada Juli lalu, Iran mengumumkan telah melakukan pengayaan uranium melampaui ketentuan yang ditetapkan JCPOA yakni sebesar 3,67 persen. Teheran mengklaim saat ini pengayaan uraniumnya telah mencapai lebih dari 4,5 persen.
Iran mengatakan level pengayaan itu memang masih sangat jauh dari yang dibutuhkan untuk memproduksi senjata nuklir. Namun ia siap melanjutkan aktivitas pengayaan uraniumnya jika perekonomiannya masih dijerat sanksi AS
AS diketahui telah hengkang dari JCPOA pada Mei 2018. Setelah keluar, Trump memutuskan menerapkan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran. Mundurnya AS membuat JCPOA goyah dan terancam bubar.