Sabtu 21 Sep 2019 12:25 WIB

Ribuan Pelajar di Dunia Minta Pemimpin Atasi Perubahan Iklim

Aksi protes perubahan iklim direncanakan berlangsung di 150 negara.

Para siswa berdemonstrasi menuntut pemimpin dunia mengatasi perubahan iklim di Kansas City, Missouri, Jumat (20/9).
Foto: AP Photo/Charlie Riedel
Para siswa berdemonstrasi menuntut pemimpin dunia mengatasi perubahan iklim di Kansas City, Missouri, Jumat (20/9).

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Ribuan siswa sekolah turun ke jalan-jalan di Australia dan negara lain Asia-Pasifik untuk memulai aksi global, Jumat (20/9). Mereka meminta para pemimpin yang berkumpul untuk konferensi tingkat tinggi PBB terkait iklim bertindak.

Tujuannya ialah mengambil langkah darurat guna menghentikan bencana lingkungan hidup. "Kami tidak memulai, tetapi kami mencoba melawan," demikian tulisan di salah satu papan yang dibawa oleh seorang siswa di Sydney.

Baca Juga

Berdasarkan unggahan di media sosial, aksi iklim besar-besaran terjadi di seluruh Australia, termasuk kota-kota pedalaman seperti Alice Springs. "Permukaan air laut terus naik, sehingga kami memberontak," demikian tertulis di papan lainnya yang dibawa oleh seorang peserta aksi yang mengenakan sergam sekolah di Melbourne.

Aksi-aksi protes, yang terinspirasi dari aksi aktivis Swedia Greta Thunberg yang berusia 16 tahun direncanakan berlangsung di 150 negara.

Aksi tersebut bertujuan mendesak pemerintah agar segera mengambil langkah meminimalisasi dampak berbahaya dari perubahan iklim yang disebabkan manusia. Rangkaian aksi itu akan mencapai puncaknya di New York. Thunberg akan memimpin unjuk rasa di markas PBB.

Thunberg yang telah dinominasikan sebagai penerima Nobel Peace Prize untuk aktivisme iklimnya mengatakan dalam cicitannya di Twitter, jumlah massa besar di Sydney menjadi standar aksi-aksi yang terus menjalar di Asia, Eropa, dan Afrika. Pada Jumat siang, para peserta aksi di Sydney memenuhi area terbuka seluas 34 hektare. Massa dengan jumlah serupa juga turun ke jalan di Brisbane dan kota-kota besar lainnya.

Seorang siswa SMA Sydney, Danielle Porepilliasana, menyampaikan pesan secara blak-blakan kepada para politikus, termasuk Menteri Keuangan Australia Mathias Cormann yang mengatakan pada parlemen, para siswa seharusnya tetap berada di kelas.

"Para pimpinan di seluruh dunia mengatakan kami (siswa) harus tetap berada di sekolah dan mengerjakan tugas. Saya ingin melihat mereka yang berada di parlemen sesekali melakukan tugasnya," kata siswa yang mengenakan anting-anting bertuliskan antibatubara.

Kenaikan permukaan air laut

Konferensi Tingkat Tinggi PBB menjadi wadah perkumpulan para petinggi negara untuk mendiskusikan strategi mitigasi perubahan iklim, termasuk mengganti penggunaan bahan bakar fosil dengan sumber energi terbarukan. Masalah tersebut sangat penting bagi pulau-pulau Pasifik dengan dataran rendah, yang telah berulang kali meminta negara-negara maju untuk melakukan lebih banyak langkah guna mencegah kenaikan permukaan laut.

Anak-anak di Kepulauan Solomon melakukan aksi di garis pantai. Mereka mengenakan baju tradisional berupa rok yang terbuat dari rumput dan membawa perisai kayu, sebagai bentuk solidaritas atas pergerakan global itu.

Di Thailand, lebih dari 200 anak muda menyerbu Kementerian Lingkungan Hidup dan melakukan aksi pura-pura mati kala mereka mendesak pemerintahnya mengambil aksi untuk hadapi perubahan iklim. "Inilah yang akan terjadi apabila kita tidak menghentikan perubahan iklim sekarang juga," kata koordinator aksi, Nanticha Ocharoenchai (21 tahun).

Wakil Sekretaris Permanen Kementerian Lingkungan Thailand, Adisorn Noochdumrong, mendukung para siswa itu. "Inilah cara para anak muda menyampaikan kekhawatiran mereka. Kami menganggap ini sebagai pertanda baik dan bukan gangguan sama sekali," katanya.

Di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Indonesia, anak-anak muda membawa poster dan berjalan melewati kabut asap tebal yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan. Sementara itu di Kolkata, India, sekitar 25 siswa sekolah memberikan selebaran di terminal-terminal bus yang ramai, sambil membawa poster yang bertuliskan "Selamatkan Planet Kita, Selamatkan Dunia Kita".

"Ini planet kita satu-satunya. Kami ingin membelanya sebelum kami berangkat sekolah hari ini," kata salah satu anak.

Di China, tak ada izin yang dikeluarkan untuk aksi protes, namun Zheng Xiaowen dari Jaringan Aksi Iklim Anak Muda China mengatakan para anak muda di sana akan melakukan aksi dengan cara lain. China sendiri merupakan sumber gas rumah kaca terbesar di dunia.

"Anak-anak muda di China memiliki caranya masing-masing. Kami juga memperhatikan iklim dan kami juga berpikir mendalam, berinteraksi, mengambil langkah, dan banyak yang sangat teliti terhadap isu ini," katanya.

Pemanasan global disebabkan oleh gas rumah kaca, yang dihasilkan dari pembakaran minyak fosil, yang memerangkap panas. Menurut para ilmuwan, fenomena tersebut telah menyebabkan kekeringan, gelombang panas, pelelehan gletser, kenaikan permukaan laut dan banjir.

Emisi karbon terus menanjak dan mencapai rekor tertinggi tahun lalu, meski Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim, yang didukung oleh PBB, telah mengeluarkan peringatan pada Oktober lalu. Peringatan tersebut mengatakan produksi gas rumah kaca harus diturunkan drastis dalam 12 tahun ke depan guna menstabilkan iklim.

Para pengatur aksi mengatakan unjuk rasa akan mengambil bentuk yang berbeda-beda di setiap negara, namun semua aksi bertujuan untuk mempromosikan kesadaran akan perubahan iklim dan mendesak langkah dari para politikus menghentikan faktor-faktor yang berkontribusi pada perubahan iklim tersebut.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement