REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Pengunjuk rasa yang kebanyakan siswa sekolah melakukan aksi unjuk rasa di berbagai kota di seluruh dunia, Jumat (20/9). Aksi global ini tak lepas dari peran Greta Thunberg (16 tahun) asal Swedia yang memprakarsai aksi Fridays for Future sejak 2018.
Aksi tersebut mengajak pelajar di seluruh dunia ikut menyuarakan keprihatinan mereka tentang perubahan iklim. Thunberg sendiri memimpin aksi di New York.
"Rumah kami terbakar. Kami tidak akan hanya berdiri di pinggir dan menonton," kata Thunberg di New York, dilansir BBC, Sabtu (21/9).
Thunberg disambut banyak siswa di sekitar Battery Park New York. Dia mengatakan, ada sekitar empat juta orang di seluruh dunia yang turut turun ke jalan melakukan aksi dan masih akan bertambah.
"Ini adalah serangan iklim terbesar yang pernah ada dalam sejarah, dan kita semua harus bangga pada diri kita sendiri karena kita telah melakukan ini bersama," kata remaja itu kepada para demonstran.
Aksi dimulai di Kepulauan Pasifik dan Asia, hingga memuncak dalam demonstrasi besar-besaran di New York. Demonstrasi oleh siswa ini dilakukan menjelang pertemuan puncak tentang perubahan iklim PBB pekan depan. Para demonstran menuntut upaya yang lebih besar dilakukan pada pertemuan tersebut untuk mengatasi perubahan iklim.
Negara-negara kepulauan Pasifik seperti Kiribati, Solomon, Vanatu yang terancam oleh kenaikan permukaan laut memulai demonstrasi. Media sosial menujukkan, siswa menyerukan, "Kami tak ingin tenggelam, kami berjuang," pekik mereka.
Di Australia, sebanyak 350 ribu orang diperkirakan bergabung dalam aksi global. Negara Kanguru itu menderita karena suhu panas yang meningkat tajam.
Laut yang memanas telah berkonstribusi pada kematian setengah dari Great Barrier Reaf di lepas pantai timur laut Australia. Dari sana, demonstrasi kemudian menyebar ke kota-kota di Asia, Eropa, Afrika, dan Amerika.
Para siswa di Ghana yang berkumpul di ibu kota Accra mengatakan, perubahan iklim telah mempercepat erosi pantai yang mempengaruhi penduduk yng tinggal di pantai negara. Sekitar 44 persen dari populasi Ghana belum pernah mendengar tentang perubahan iklim, menurut satu studi oleh Afrobarometer.
Sementara di Thailand dan India melakukan aksi "die-ins", jatuh ke tanah dan berpura-pura mati untuk menuntut tindakan pemerintah yang lebih besar. Di Jerman, protes terjadi di 500 kota besar dan kecil. Pemerintah koalisi negara itu mengumumkan paket 60 juta dolar AS yang ditujukan untuk mengurangi gas rumah kaca. Dan di Inggris, ratusan ribu diyakini telah mengambil bagian dalam aksi demosntrasi di kota-kota di keempat negara.