REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Restorasi Gambut (BRG) menargetkan untuk merestorasi lahan gambut seluas 2,49 juta hektare hingga 2020 mendatang. Hal tersebut mengingat banyaknya lahan gambut yang terbakar. Sumatra dan Kalimantan menjadi daerah terparah.
Kepala Deputi Penelitian dan Pengembangan BRG, Harris Gunawan mengklaim bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar dari lahan gambut. Oleh karena itu ia mendorong berbagai pihak untuk ikut memanfaatkan lahan gambut demi tujuan yang lebih baik.
"Kita punya potensi lima juta hektare gambut. Mari kita refleksikan," ujar Harris kepada Republika.co.id, Jakarta, Rabu (2/10).
Menurut dia, asalkan ekosistem gambut sehat, dalam artian memiliki air dan tidak kering, maka tumbuhan sagu dan lainnya bisa tumbuh subur. Tumbuh-tumbuhan tersebut juga bisa menjaga kelestarian air di lahan tersebut.
"Mari ciptakan gambut yang berair. Karena gambut itu memang berair dan itu bisa melawan api atau karhutla," kata dia.
Selain tumbuhan, air atau rawa gambut juga berpotensi dihidupi oleh ikan dan binatang lainnya. Oleh karena itu, menurut dia, gambut memiliki parameter penting.
"Kami sepakat dan setuju untuk mencegah karhutla dan asap dengan membuat lahan gambut itu berair dan ber-rawa," tuturnya.
Untuk mendukung hal tersebut, pihaknya juga sudah menargetkan 1.000 desa untuk tergabung dalam program desa peduli gambut. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan kesadaran pada warga, meskipun ia mengaku upaya pembakaran oleh warga cenderung kecil. Selain itu, upaya tersebut juga memang difokuskan untuk melakukan restorasi gambut.
"Target memang seribu desa, tapi sekarang baru sekitar 360-an. Kita juga akan bantu mereka untuk ternak hewan atau lainnya, dengan catatan memang desa tersebut mendapat program pembasahan gambut," ungkap dia.