REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) menilai bahwa prospek Obligasi Ritel Indonesia (ORI) akan semakin marak. Ini dikarenakan ORI dapat diperdagangkan di pasar sekunder secara daring melalui electronic trading platform (ETP).
"Obligasi itu sama halnya dengan saham yang pasarnya bergerak dan harganya berfluktuasi atau naik-turun. Melalui sistem itu, pemegang obligasi tentunya bisa menjual dengan harga pasar yang wajar sehingga dapat lebih semarak," ujar Direktur IBPA Wahyu Trenggono ketika dihubungi di Jakarta, Senin (7/10).
Melalui sistem ETP, lanjut dia, diharapkan pemegang ORI ataupun Sukri (Sukuk ritel) juga bisa mengetahui harga wajar yang beredar di pasar, yang tentunya menjadi daya tarik bagi investor untuk memiliki ORI, selain kupon yang ditawarkan.
"Memang dibutuhkan suatu alternatif bagi investor agar bisa menjual obligasi yang dimilikinya tidak kembali lagi ke agen penjualnya yang bisa saja harganya sesuka agennya atau tidak berdasarkan nilai wajar," katanya.
Terkait dengan sistem ETP, Wahyu Trenggono mengatakan, saat ini masih dalam pengembangan pihak Bursa Efek Indonesia (BEI) bekerja sama dengan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI).
"Diharapkan, dengan adanya sistem tersebut nantinya akan bisa diakses oleh dealer-dealer pasar obligasi seperti perbankan dan sekuritas, sehingga investor bisa menjual atau menitip jual kepada dealer itu atau secara langsung antar investor dengan harga yang pasar," ucapnya.
Sebelumnya, Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Loto Srinaita Ginting mengatakan bahwa Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI016 akan dapat diperdagangkan melalui sistem ETP pada 2020 mendatang.
"Kami harapkan bisa diperjualbelikan dalam bentuk ETP, mungkin 2020. Kalau sekarang over the counter," ujar Loto.
Saat ini pihaknya terus melakukan koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BEI untuk merealisasikan rencana itu. "Kita terus koordinasi dengan OJK dan BEI," ucapnya.